DINAMIKA DAN PERKEMBANGAN PARADIGMA ILMU PENGETAHUAN DI BARAT PADA ABAD PERTENGAHAN



Oleh Agus Salim

A.                Pendahuluan.
Dalam dunia filsafat, kita tahu bahwa timbulnya ilmu filsafat adalah selalu dikaitkan dengan perkembangan Ilmu Filsafat Yunani, hal ini bukan tidak beralasan. Dalam buku yang berjudul Filsafat Umum yang disusun oleh Atang Abdul Halim dan Beni Ahmad Saibani,  dijelaskan bahwa kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yakni Philein/Philos (cinta) dan Sofein/Sophi (kebijaksanaan),[1] yang menurut sejarah perkembangan Ilmu Filsafat pernah digunakan oleh Heraklitos (540-480 SM), Pythagoras (580-500 SM) dan lebih nampak tegas setelah  Socrates memberi arti philosophien sebagai penguasaan secara sistematis terhadap pengetahuan teoritis.[2]
Penggunaan kata filsafat ada sebelum Islam lahir sebagai agama, Penggunaan kata ini yang kemudian menjadikan indikator tentang lahir Ilmu Filsafat. Pada kisaran tahun 595 M Islam lahir, dan saat itu Nabi Muhammad diutus menjadi seorang Nabi. Pada tahun 610 M beliau diutus menjadi seorang rasul. Pada masa ini dalam buku-buku yang penulis baca tidak adanya penjelasan adanya ilmu filsafat dalam dunia Islam, namun pada masa ini di Yunani dan Romawi telah dikenal ilmu filsafat, hal ini karena sebelum tahun Masehi Yunani telah lebih dulu mengenal ilmu filsafat.
Dalam dunia Islam istilah Ilmu Filsafat terdeteksi saat beberapa ilmuan muslim telah mengenal Ilmu Filsafat, masa ini dimulai dari masa Abasiyah. Pada masa ini muncul beberapa Filusuf  muslim sebagaimana kita kenal Al Faraby, Al Kindi, Ibnu Rusyd dan Imam Ghozali. Kehadiran Filusuf pada masa itu membawa perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Pertama-tama mereka mengkaji Qur’an dan Hadits saja sebagai sumber agama, kemudian mereka menyadari bahwa Qur’an dan Hadits selain menjadi sumber agama, Qur’an dan Hadits juga menjadi sumber bagi ilmu-ilmu lain.
Dari uraian di atas, maka tulisan ini mencoba menelaah perkembangan ilmu pengetahuan pada masa pertengahan menurut perkembangan Ilmu Filsafat. Dan pembahasan ini diharapkan mampu menjawab beberapa masalah berikut ini:
1.      Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan dan apa hubungan ilmu pengetahuan dengan filsafat?
2.      Sejak kapan ilmu pengetahuan abad pertengahan dimulai dan apa bentuk-bentuk ilmu pengetahauannya?

B.                Pengertian Ilmu Pengetahuan.
Sering kita temui bahwa kata ilmu dan pengetahuan digabung menjadi satu kalimat sehingga menjadi kalimat “ilmu pengetahuan”. Ilmu yang dalam bahasa Inggris adalah science  dan pengetahuan menurut bahasa Inggris adalah knowledge,[3] adalah dua hal yang berbeda. Sedangkan Ilmu menurut istilah dalam Kamus Besar Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu, dan pengetahuan menurut Abbas Hamami Mintaredja sebagaimana dikutip oleh Heri Santoso dan Listiono Santoso dalam bukunya adalah suatu istilah yang digunakan untuk menuturkan bila seorang mengenal sesuatu.[4] jika melihat kedua definisi ilmu dan pengetahuan maka dapat kita simpulkan bahwa, ilmu akan bisa didapat dengan cara usaha seseorang, dan ilmu didapat dengan menggunakan metode tertentu dan disusun secara sistematis, sedangkan pengetahuan hanya berkisar pada mengenal saja.
Definisi Ilmu Pengetahuan menurut Mappadjanji Amin adalah sesuatu yang berawal dari pengetahuan, bersumber dari wahyu, hati dan semesta yang memiliki paradigma, obyek pengamatan , metode, dan media komunikasi membentuk sains baru dengan tujuan untuk memahami semesta untuk memanfaatkanya dan menemukan diri untuk menggali potensi fitrawi guna mengenal Allah.
Menurut Helmy A. Kotto Ilmu penegtahuan adalah proses pembentukan pegetahuan yang terus menerus sampai menjelaskan fenomena dan kebendaan alam itu sendiri.[5]   Ilmu pengetahuan pada dasarnya mengacu pada sebuah ordinary knowled, dalam artian sekedar arti pengetahuan pada umumnya yang telah beredar dalam masyarakat luas.[6]
Sebagai mahluk tuhan yang sempurna manusia dituntut untuk menggunakan otaknya untuk berfikir dan bertadabur. Dengan berfikir dan tadabur manusia mampu mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk. Selain manusia diberi keutamaan untuk berfikir dan tadabur, manusia juga diberi rasa keingin tahuan terhadap  sesuatu yang ia temukan melalui pancaindranya. Dari rasa ingin tahu, manusia terdorong untuk melakukan penelitian terhadap apa yang mereka ingin ketahui. Semakin besar rasa keingin tahuan manusia, maka semakin banyak yang mereka akan teliti. Semakin banyak yang mereka teliti, maka semakin banyak yang mereka akan ketahui dari obyek yang mereka teliti.
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari rasa keingin tahuan manusia atas apa yang difikirkannya dan atas apa yang ia temukan dalam kehidupannya. Rasa keingin tahuan manusia terhadap sesuatu yang baru  akan semakin bertambah  jika rasa keingin tahuan mereka berkaitan dengan sesuatu yang bermanfaat baginya atau membahayakan dirinya. Dorongan untuk memanfaatkan sesuatu adalah titik pertama dorongan manusia memulai percobaan-percobaan dan pengamatan terhadap sesuatu, dari hal ini pula dimulai pengenalan beberapa hal yang ada di hadapanya.
Diakui atau tidak   perkembangan ilmu pengetahuan bergantung kepada pola pikir manusia pada saat itu. Artinya sebuah masa dapat dikatakan sebagai masa yang didalamnya terdapat perkembangan ilmu pengetahuan berarti pola pikir manusianya baik. Pola pikir yang baik di sini  adalah tidak  dibatasi oleh penguasa atau dogma agama. Sebaliknya suatu masa yang pada saat itu manusianya tidak punya pola pikir baik, maka ilmu pengetahuan pun akan rendah.
Dunia Islam mengenal  ilmu pengetahuan sejak zaman Nabi Adam a.s sebagai manusia pertama. Dalam Qur’an dijelaskan ketika Nabi Adam a.s diturunkan kemuka bumi makhluk yang lebih dulu menghuni bumi tidak menginginkannya bahkan malaikat sebagai khalifah, namun setelah Allah memerintahkan Nabi Adam a.s untuk memberitahukan sesuatu pada makhluk  yang lain, lantas merekapun mempunyai tanggapan yang berbeda-beda atas kemampuan Adam a.s, sebagian mereka mengagumi Adam a.s, namun sebagian mereka  mengingkari kehebatan Adam a.s

قَالَ يَأَدَمُ اَنْبِئُهُمْ بِأَسْمَآئهِمْ فَلَمَّ اَنْبَئَهُمْ بِأَسْمَآئهِمْ قَالَ اَلَمْ اَقُلْ لَكُمْ اِنِّ اَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَ الاَرْضِ وَاَعْلَمُ مَا تُبْدُوْنَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُوْنَ
Artinya: Dia (Allah) berfirman “wahai Adam beritahukan pada mereka  nama-nama itu”, setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, dia berfirman “bukankah aku telah katakana padamu, bahwa aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. (QS. 2.33)

Selain kisah Nabi Adam a.s di atas kita juga bisa melihat kisah perjalanan Nabi Ibrahim a.s yang tidak kalah menarik dalam pemikiran filsafat, pengalamannya mencari Tuhan dijelaskan dalam  surat Al An’am ayat 76-79. Ibrahim yang menemui malamnya pada saat itu melihat bintang-bintang dan mengatakan “inilah Tuhanku”, tidak lama kemudian bintang itu tenggelam  ia mengatakan “saya tidak suka kepada yang tenggelam, tidak lama kemudian ia memperhatikan rembulan terbit, ia mengatakan “inilah Tuhanku” dan ketika bulan terbenam ia mengatakan “sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pasti aku termasuk orang-orang yang sesat”, dan ketika matahari terbit, ia pun mengatakan “inilah Tuhanku, ini lebih besar”, dan ketika matahari terbenam ia mengatakan “hai kaumku sesungguhnya aku terlepas dari apa yang kamu persekutukan”. Kejujuran pemikiran Nabi Ibrahim a.s dalam mencari Tuhan, dan keberanian Nabi Ibrahim a.s untuk melakukan pengamatan terhadap Tuhan semacam ini adalah pemikiran dan pengamatan secara ilmiah.
Dari dua sejarah, Nabi Adam a.s dalam mengenalkan sesuatu kepada makhluk yang terlebih dahulu menghuni bumi dan Nabi Ibrahim a.s yang berfikir dan berusaha mencari Tuhanya, kita dapat simpulkan bahwa keduanya sedang melakukan cara-cara berfilsafat dalam mengenal dan mencari kebenaran.
Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saibani menukil penjelasan Juhaya S. Pradja tentang filsafat. Bahwa filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang di junjung tinggi. Suatu sikap falsafi yang benar adalah sikap yang kritis dan mencari sikap itu merupakan sikap toleran dan terbuka dalam melihat persoalan dengan berbagai sudut pandang dan tanpa prasangka.[7] Banyak pakar mengatakan bahwa ilmu pengetahuan berasal dari cara berfikir filsafat. Diawali dengan pertanyaan kemudian mencari jawaban-jawaban.
Dalam berfikir filsafat, filusuf sering memulai dengan sebuah pertanyaan-pertanyaan, dalam kaitan mengawali sebuah pertanyaan kemudian menemukan data dan menemukan pengetahuan baru adalah merupakan bagian dari hubungan ilmu pengatahuan dan filsafat. Hal ini sejalan dengan  pendapat A. Sonny Keraf dan Mikheal Dua,[8] sikap dasar selalu bertanya yang menjadi ciri khas filsafat ini memang kemudian memasuki segala cabang ilmu, yang semula bersatu dengan filsafat, dan karena itu dalam semua ilmu selalu memiliki kecenderungan dasar ini. Oleh karena itu pula, filsafat disebut juga sebagai ratu dan induk semua ilmu pengetahuan.

C.                Ilmu Pengetahuan Masa Pertengahan.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kebanyakan letaratur yang menjelaskan bahwa peta periodisasi perkembangan Ilmu pengetahuan dalam ilmu filsafat terbagi atas empat periode, Pertama periode Yunani kuno dari tahun 540 SM,[9] - 480 M, yang ditandai dengan lahirnya seorang pemikir bernama Boethius yang dianggap filosof terakhir Romawi kuno dan filosof pertama skolastik, jasanya menerjemahkan logika Aristoteles kedalam bahasa latin dan menulis berbagai traktat logika Aristoteles. Boethius adalah seorang guru logika pada abad pertengahan dan mengarang beberapa traktat Teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan.[10]Kedua, abad pertengahan yang bermula pada Tahun 480 M - 1600 M, walau ada yang mengatakan  zaman pertengahan berakhir pada saat yang tidak jelas. Ada pula yang mengatakan bahwa abad ini berawal  dari masa Boethius (480 M) dan berakhir pada masa Nicolaus Cosanus (1404-1464) , adapula yang mengatakan berakhirnya zaman pertengahan adalah mulainya zaman Renaissance. Ketiga, Abad Modern  Tahun 1600 M-1800 M, Keempat zaman baru Tahun 1800 M-1950 M atau kita sebut dengan zaman Fenomenologisme dan Eksistensisme.
 Sebagaimana kita ketahui filsafat pada masa Yunani kuno disebut periode filsafat alam, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya ahli pikir alam dimana arah dan perhatian pemikirannya pada alam sekitarnya. Pernyataan-pernyataan yang dibuat bersifat filsafati (berdasar akal fikir) dan tidak berdasar pada mitos. Ahli pikir alam antara lain, adalah Thales, Anaximendros, dan Phitagoras.[11]  Hal yang berbeda keadaan ilmu pengetahuan  dalam pandangan filsafat masa pertengahan menurut Atang Abdul Hakim, dan Beni Ahmad Saebani,[12] pada masa ini  filsafat dipelajari dalam hubungannya dengan Teologi. Akan tetapi, tidak berarti bahwa wacana filsafat  hilang. filsafat tetap dipelajari meskipun tidak secara terbuka dan mandiri. Pada abad ini dibangun sintensis filosofis yang penting. Sintensisnya berkaitan dengan tiga hal. Pertama, didirikannya Universitas-universitas pada 1200 M. Kedua, dibentuknya ordo-ordo baru. Ketiga ditemukan dan digunakan sejumlah karya filsafat yang sebelumnya tidak dikenal.
Diakui pada sebagian masa pertengahan filsafat mengalami kemerosotan yang juga berimbas pada kemerosotan Ilmu Pengetahuan. Tidak lain adalah sebab pengaruh pembatasan oleh kekuasaan gereja. Terlebih pengaruh perpindahan kaum Han dari Asia ke Eropa, orang Jerman pindah melewati perbatasan kekaisaran Romawi yang secara politik sudah mengalami kemerosotan. Karena itu jika kita ingin menelaah perkembangan Ilmu pengetahuan di Eropa pada masa pertengahan, maka kita juga harus menelaah perkembangan ilmu filsafat, dimana sebab kita tahu bahwa ilmu filsafat adalah ratu bagi ilmu pengetahuan lain.
Adalah Eriugena (810-877M) bekerja di sekolah lingkungan istana Karel Agung, ia berjasa dalam menerjemah karya Pseudo Dionysios kedalam bahasa latin sehingga menjadi referensi bagi dunia pemikiran abad-abad selanjutnya. Berdasar filsafat Neoplatoisme ia membangun sentesis Teologi. Akan tetapi, pemikiranya agak sulit dicerna sehingga pemikiranya tidak dapat diteruskan orang lain. Anselmus (1033-1109 M) memimpin Biara di Normandi, Francis dan Uskup Agung di Centebury, Inggris. Ia meluruskan perkataan Agustinus dengan mengatakan “saya percaya supaya saya mengerti” (Credo ut intelligam), ia terkenal karena argumentasinya bahwa Allah itu benar-benar ada. Menurut Wiramihardja (2006: 56 ) ada tiga langkah pembuktian filosofinya. Pertama, Allah itu Mahabesar sehingga tidak terpikirkan sesuatu yang lebih besar (Id quo nihil malus cogitari potes). Kedua, Hal yang terbesar  tentulah berada dalam kenyataan karena apa yang ada dalam fikiran saja tidak mungkin lebih besar. Ketiga, Allah tidak hanya dalam pemikiran, tapi ada dalam kenyataan juga, jadi Allah benar-benar ada.[13]
Selain ilmu Teologi, pada zaman ini tepatnya pada Tahun 1076-1142 M muncul Ahli pikir dalam bidang logika dan etika, ia adalah Aberledus,[14]  yang memberikan sumbangan terhadap penyelesaian masalah yang ramai dibicarakan dikalangan Skolastik, yaitu masalah “Universalia”, Universal menyangkut konsep-konsep umum yang menentukan kodrat dan kedudukan konsep-konsep tersebut, dalam hal ini ada dua pendirian yaitu Realisme, bahkan disebut Ultra-realisme dengan tokohnya Gelielmus yang membicarakan masalah “kemanusiaan”. Pendirian yang kedua adalah pendirian Nominalisme dengan tokohnya Roscelinus. Ia berpendapat bahwa selain individu-individu tidak ada sesuatu yang nyata. Menurut mereka, yang termasuk konsep-konsep umum hanyalah bunyi (Flatus Vocis).
Masa pertengahan ini memiliki masa keemasan, masa keemasan itu baru lahir pada abad ke 9, ditandai dengan berdirinya sekolah-sekolah di Eropa Barat yang pada giliranya menjadi Universitas-universitas pertama di Barat. Di sekolah-sekolah tersebut diberikan hak-hak khusus gereja, hal ini menambah berkembang Universitas dan ilmu pengetahuan yang diajarkan didalamnya. Dan menurut sejarah pada masa ini Universitas memiliki empat fakultas yaitu kedokteran, hukum, sastra dan teologi.
Menurut sebuah riwayat karya-karya Aristoteles ditemukan pada masa ini, ajaran-ajaran Aristoteles yang pada masa sebelumnya hanya difahami tentang logika maka pada masa ini ajaran Aristoteles dipandang lebih luas. Masuknya ajaran Aristoteles ke dunia Barat melalui jalur langsung dan tidak langsung. Ajaran Aristoteles masuk ke dunia barat secara langsung maksudnya ajaran Aristoteles melalui Sisilia, dan ajaran Aristoteles dianggap tidak langsung karena ajaran Aristoteles dibawa oleh orang Arab, sebagai tokohnya adalah Ibnu Sina (980-1037) dan Ibnu Rusyd (1126-1196), serta beberapa filosof  Yahudi.[15]
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini tidak hanya berkembang di Barat saja namun di dunia Islam juga. Sebagai contoh kongkrit dapat disebutkan bahwa Plato dan Aristoteles telah memberikan pengaruh yang besar pada madzab-madzab Islam, khususnya eklektisisme. Al Farabi, dalam hal ini memiliki sikap yang jelas kerena ia percaya  pada kesatuan filsafat. Dan bahwa tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat di antara mereka sepanjang yang menjadi tujuan mereka adalah kebenaran,  bahkan bisa dikatakan para filosof muslim mulai dari Al  Kindi sampai Ibn Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan cara mengemukakan pandangan-pandangan yang relatif, baru dan menarik. Usaha-usaha mereka pada giliranya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya ke dalam study-study keislaman lainnya, dan tak diragukan lagi upaya rekonsilisasi oleh para filosof muslim ini menghasilkan avinitas dan ikatan yang kuat antara filsafat Arab dan filsafat Yunani.[16]

D.                Kesimpulan.
Pengertian pengetahuan adalah  segala sesuatu yang dapat ditangkap panca indra, sedangkan Ilmu adalah pengetahuan yang didapat melalui proses dan metode yang sistematis dan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu . Dari pengetahuan dan ilmu maka munculah ilmu pengetahuan, karena ilmu dan pengetahuan membentuk sub-sub pengetahuan yang berbeda. Sehingga ilmu pengetahuan adalah pembentukan pegetahuan yang terus menerus sampai menjelaskan fenomena dan kebendaan alam itu sendiri.
Dengan demikian awal lahirnya sebuah pengetahuan adalah semenjak diturunkanya Nabi Adam a.s ke muka bumi. Dari pengetahuan-pengetahuan mendorong Adam as dan keturunannya untuk memiliki ilmu, menggali ilmu dan mengembangkan ilmu yang mereka dapat.
Awal perkembangan ilmu pengetahuan Eropa adalah dimulai dari awal perkembangan filsafat di masa Yunani kuno (540 SM- 480 M), setelah masa Yunani Kuno maka ilmu pengetahuan memasuki masa selanjutnya yakni masa pertengahan. Masa pertengahan di mulai 480 M-1600M yang didalamnya juga masa Senesanse. Di masa pertengan ini ilmu pengetahuan di Eropa atau juga ditimur mengalami perkembangan pada masa akhir masa pertengan. Hal ini karena sedikit banyaknya  pengaruh dukungan Gereja memnerlakukan kehususan tidak membatasi ilmuan-ilmuan dikaji dan diteliti.
Selain juga penerjemahan buku Yunani Kuno peninggalan Socrates dan filosof-filosof era klasik. Masa Yunani kuno dan masa pertengahan memiliki corak keilmuan sendiri, di masa Yunani kuno ilmu yeng berkembang adalah tentang alam dan di masa awal pertengahan, ilmu yang berkembang adalah Teologi dan pada masa tengah masa peretangahan hingga akhir pertengahan ilmu yang berkembang adalah sudah sangat bervariatif, mulai ilmu kedokteran, ilmu mate-matika, ilmu hukum, fisika dan lain sebagaianya.








DAFTAR PUSTAKA
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum, Dari Metodologi sampai Teofilosofi. Pustaka Setia.  Bandung. Cet. I . Tahun 2008
Prof.Dr. Amsal Bakhtiar., M.A. Filsafat Ilmu. Raja Grafindo Persada.Jakarta. cet. 10. 2011
Heri Santoso dan Listiono Santoso, Pengantar ilmu pengetahuan, Ikhtiyar Pribumisasi Ilmu-Ilmu Sosial, Gema Media. Yogyakarta. 2003
A. Sonny Keraf dan Mikheal Dua.Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjaun Filsafat. Kanius. Yogyakarta.2001.
Drs. Mohammad Adib. MA. Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Cet. I. 2011.
http://www.artikelsiana.com/2015/08/penegrtian-ilmu-pengetahuan-fungsi.html?m=1



[1] Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum, Dari Metodologi sampai Teofilosofi. Pustaka Setia.  Bandung. Cet. I . Tahun 2008 Hal.14
[2] Prof.Dr. Amsal Bakhtiar., M.A. Filsafat Ilmu. Raja Grafindo Persada.Jakarta. cet. 10. 2011. Hal. 22
[3] Heri Santoso dan Listiono Santoso, Pengantar ilmu pengetahuan, Ikhtiyar Pribumisasi Ilmu-Ilmu Sosial, Gema Media. Yogyakarta. 2003. Hal 4
[4] Ibid.
[5] http://www.artikelsiana.com/2015/08/penegrtian-ilmu-pengetahuan-fungsi.html?m=1
[6] Ibid. Heri Santoso dan Listiono Santoso. Hal. 4
[7] Ibid. Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum……… Hal 15
[8] A. Sonny Keraf dan Mikheal Dua.Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjaun Filsafat. Kanius. Yogyakarta.2001. hal. 18
[9] Lihat, Philosophos mula-mula dikemukakan dan dipergunakan oleh Heraklitos (540-480 SM)
[10] Ibid. Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum….. Hal.75
[11] Drs. Mohammad Adib. MA. Filsafat Ilmu, Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan Logika Ilmu Pengetahuan. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. Cet. I. 2011. Hal.26
[12] Ibid Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum, Dari Metodologi…………… Hal 75
[13] Ibid. Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si……………… Hal 74
[14] Ibid….
[15] Baca Penemuan Filsafat Yunani di Barat dalam Drs. Atang Abdul Hakim, M.A dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si……………… Hal 75
[16] Prof.Dr. Amsal Bakhtiar…………. Hal. 35

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

SEBAIK-BAIK TEMAN ADALA HUKAMA DAN ULAMA

METODOLOGI DAN PENDEKATAN STUDY ISLAM ERA KLASIK DAN MODERN