METODOLOGI DAN PENDEKATAN STUDY ISLAM ERA KLASIK DAN MODERN
Oleh : Agus Salim
A.
Pendahuluan
Disadari
atau tidak peradaban manusia lahir bersamaan dengan lahirnya agama-agama atau
keyakinan yang mereka anut. Sebagaimana lahirnya agama Islam di jazirah Arabia
yang membawa peradaban baru di antara kaum bani Israil dan lahirnya agama lain
di Negara lain mengubah peradaban lama sebelum lahirnya agama-agama tersebut.
Tidak salah jika dikatakan bahwa setiap agama mempunyai fungsi mengubah peradaban
baru kepada peradaban yang lebih baik.
Lahirnya
agama Islam pada saat itu mengubah kebiasaan-kebiasan buruk penduduk
Makkah-Madinah dan pada gilirannya mengubah Negara-negara yang menjadi wilayah Islam
selanjutnya. Islam mudah saat itu hanya butuh waktu kurang-lebih 37 tahun untuk
mengislamisasikan beberapa wilayah di timur tengah dan pada gilirannya mengislamisasikan
dunia hingga saat ini.
Dalam
perkembangan agama Islam mulai awal lahirnya hingga saat ini memiliki daya tarik
para peneliti untuk menjadikan Islam sebagai obyek penelitiannya, hingga pada
akhirnya muncullah disiplin ilmu dengan Metodologi
dan Pendekatan Study Islam yang mempelajari tentang apa saja yang berkaitan
dengan agama Islam. Ilmu Metodologi dan
Pendekatan Study Islam dalam masa kemasa mengalami perubahan-perubahan, hingga
pada gilirannya penting untuk mengkaji ulang bagaimana metodologi dan
pendekatan study Islam itu berkembang.
B.
Rumusan Masalah
Sebagaimana
disebutkan di atas bahwa agama Islam menajadi obyek penelitian dan dalam
penelitian tersebut ditemukan metodologi dan pendekatan tertentu dalam
mempelajari agama Islam, maka penyusun makalah ini merumuskan masalah dalam
tulisannya agar lebih mudah difahami dan tidak keluar dari obyek pembahasan dan
relevan dengan judul yang diangkat. Rumusan masalah tersbut meliputi :
1.
Kapan
Metodologi dan Pendekatan Study Islam Itu mulai berkembang dalam agama Islam,
dan Apa Metodologi dan Pendekatan yang digunakan dalam mempelajari Islam
pada masa klasik?
2.
Kapan
Metodologi dan Pendekatan Study Islam era modern dimulai, dan Apa Metodologi
dan Pendekatan yang digunakan dalam mempelajari Islam pada masa Modern?
3.
Apa
perbedaan antara metodologi dan pendekatan study Islam era klasik dan era modern.
C.
Metodologi Dan Pendekatan Study Islam Era Klasik.
Berbicara
tentang study Islam era klasik memerlukan penegasan tentang berbagai hal: makna
study Islam, bidang study Islam dan batas waktu yang termasuk klasik, sebab
sebagai agama yang mencakup segala aspek kehidupan manusia telah dikaji dari
berbagai segi, dan telah melahirkan berbagai macam cabang ilmu ke-Islam-an,
seperti ilmu tafsir, ilmu Hadits, ilmu fiqih, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab,
ilmu tasawuf, ilmu filsafat dan sebagainya. Masing-masing cabang ilmu itu
mengalami sejarahnya sendiri-sendiri, sehingga seolah-olah masing-masing cabang
ilmu itu berdiri sendiri, terpisah hubungannya dengan cabang ilmu lainnya, dengan kosekuensi terjadinya
disentegrasi antara cabang-cabang ilmu
ke-Islam-an itu. Bahkan tejadi olok mengolok antar ahli cabang ilmu yang satu
terhadap yang lain yang sehingga sekarang masih terasa pengaruhnya.[1]
Sejauh
penulis membaca beberapa letaratur tentang study Islam, penulis belum menemukan
kapan Islam menjadi obyek kajian. Namun melihat sejarah Islam kita dapat
menyimpulkan bahwa agama Islam pada masa awal lahirnya sudah menjadi kajian
para penganutnya, Ahmad Azhar Basir dalam tulisannya menyatakan secara impisit
bahwa Study Islam Klasik adalah masa sebelum kebangkitan abad ke-14 H, maka
dalam hal ini penulis mencoba merumuskan metodologi dan pendekatan study Islam
klasik menjadi tiga bagian yakni;
I.
Masa Nabi Muhammad.
Para penganut Islam pada saat masa nabi
Muhammad mengkaji Islam tentang tuhan yang wajib disembah adalah Allah, tiada
tuhan selainnya dan Nabi Muhammad adalah utusanNya. Kabar bahwa tuhan yang
wajib disembah adalah Allah adalah kabar yang dibawa oleh seorang Rasul dari
suku Qurais bernama Muhammad Bin Abdullah. Hal ini dibenarkan oleh Huston
Smith,[2] menurutnya
Muhammad terlahir didalam suku terkemuka
Makkah, suku Qurais, pada kira-kira 570 M. Dia diberi nama Muhammad “yang
terpuji” kedua orangtua beliau wafat saat beliau masih kecil.
Muhammad
diangkat menjadi Nabi oleh tuhannya pada umur 25 tahun, dan menjadi seorang Rasul
dan mendapat wahyu pertama kira-kira pada tahun 610 M, pada saat itu Nabi tepat
berumur 40 tahun. Pengikutnya belajar Islam padanya, pertama yang Nabi kenalkan
dalam Islam adalah tuhan. Tiada tuhan selain Allah dan Muhammad Ustusan Allah,
Untuk mengenal Allah dan RasulNya,
penganut Muhammad menggunakan pendekatan khabar darinya dan dari Qur’an
sebagai kitab suci orang muslim.
Setelah
Nabi Muhammad memberikan khabar bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah utusan Allah, maka ia juga mengenalkan ibadah yang diwajibkan oleh Allah
pada pengikutnya melalui wahyu, kemudian ia juga mengabarkan tentang
hukum-hukum Allah dan kabar-kabar orang terdahulu dan orang yang akan datang
yang secara historisti diceritakan dalam Qur’an. Pada masa itu tidak ada pendekatan
atau metodologi mempelajari ajaran Islam kecuali menanyakan langsung kepada
Nabi, Nabi menetapkan sesuatu, mengatakan sesuatu dan melakukan sesuatu untuk
mendidik para pengikutnya dalam mempelajari ajaran Islam saat itu.
II.
Masa Khulafaur Rasidin.
Setelah
Nabi meninggal maka kekuasan dipegang oleh sahabat tertuanya Abu Bakar As Sidik
dan begitu selanjutnya kekhalifahan dipikul oleh khulafaaur Rasidun. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Muhammad Daud Ali,[3]
setelah beliau (Abu Bkar) meninggal dunia, berturut-turut khalifah kedua ketiga
dan keempat adalah Umar bin Khatab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Pemerintah keempat para khalifah ini
berlangsung selama 30 tahun, dari 632 M sampai dengan tahun 662 M, para keempat
khalifah ini terkenal dengan sebutan Al Khulafa Rasidin. Artinya, para
khilafah yang menuntun umat Islam kejalan yang benar.
Pada masa ini, muncul kejadian-kejadian baru yang
tidak terjadi pada masa Rasullullah, sehingga di antara para sahabat ada yang
melakukan ijtihad, memutuskan suatu perkara, memberikan fatwa, menetapkan hukum
syari’at dan menyandarkan pada hukum-hukum periode pertama sesuai dengan hasil
ijtihadnya. Sehingga hukum-hukum fekih
pada periode ke dua terdiri dari hukum Allah dan Rasul-nya, serta fatwa
sahabat dan keputusannya yang bersumber dari Al Qur’an, al Sunnah dan ijtihad Sahabat.[4]
III.
Masa Khalifah Umayah dan Abasiyah.
Pada
masa ini masalah-masalah keagamaan mulai berkembang, keadaan ini memaksa para
khalifah dan para pemuka agama mencari solusi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan umat, baik dalam hukum, politik dan social masyarakat.
Selain itu, kemajuan berfikir orang-orang pada saat itu menggerakan upaya-upaya
mereka dalam menjaga keorisinilan Qur’an dan Hadits. Pada masa ini bukan hanya
pengkodifikasian Qur’an dan Hadits saja yang mereka lakukan, muncul pula
upaya-upaya perowihan Hadits dan penafsiran Qur’an.
Menurut
Muhammad Khudhori Bek,[5]
Pada masa ini sebagai masa baru bagi Sunnah, karena para perawinya mendapatkan
peringatan tentang wajib pengumpulan (tanshif) dan penyusunan. Makna tanshif
adalah mengumpulkan Hadits-Hadits
yang satu macam dalam satu judul sebagiannya dengan sebagian yang lain, seperti
Hadits Sholat, Puasa dan semisalnya.
Pemikiran ini ada di seluruh Negeri Islam dalam waktu berdekatan, sampai tidak
diketahui siapa yang dahulu memikirkannya. Penyusun tingkatan pertama pada masa
ini adalah Malik Bin Anas di Madinah, Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij di
Makkah, Sufyan At-saury di Kuffah, Hammad Bin Salamah dan Said bin ‘Arubah di
Bashrah, Husyaim bin Basyir di Yaman, Abdullah Bin Al Mubarak di Kurasan dan Jarir Bin Abdul
Hamid di Ray. Itu adalah pada tahun 145-an H, dan Hadits pada kitab-kitab ini
bercampur dengan perkataan-perkataan sahabat dan tabi’in sebagaimana kita lihat
dalam kitab Muatho’ imam Malik RA.
Tingkat
kedua setelah mereka memandang untuk memisahkan Hadits Rasullah SAW dari
selainnya dan itu lebih dari dua ratus, maka mereka mengarang Musnad seperti Sanad
‘Abdullah bin Musa Al Kufy, Musaddad bin Musarhid Al Bashry, Asad bin Musa Al
Mishry, Nua’im bin Hammad Al Khuza’I, Ishak bin Rahawaih, Ustman bin Abi
Syaibah dan Al Imam Ahmad bin Hambal. Mereka menetapkan Hadits di dalam Musnad
perawi-perawinya, maka mereka menyebut Musnad Abu Bakar Ashiddiq dan menetapkan
semua periwayatan darinya,kemudian menyebutkan setelahnya para sahabat satu
persatu seperti bentuk ini. Di antara Musnad
seperti ini yang sampai pada kita adalah Musnad Al Imam Ahmad Bin
Hambal.[6]
Pada
tingkat selanjutnya muncul beberapa ahli yang memisahkan Hadits shoheh dan Hadits
yang bukan shoheh, beliau adalah Abdullah Muhammad bin Ismail Al Bukhori Al Ja’fy
yang meninggal tahun 257 H dan Muslim bin Al Hajjaj An Nasabury yang meninggal
tahun 261 H. Mereka mengarang kitab Shahih setelah meneliti riwayat dan
berusaha keras untuk itu, begitu juga muncul ulama setelahnya yang memiliki
peran sama dengan Imam Bukhory dan Muslim beliau adalah Abu Daud Sulaiman Bin
Al Asy’at As Sajistany yang wafat tahun 275 H, Abu Isa As Silmy At Tirmidzi
wafat tahun 279 H, Abdullah Muhammad bin Yazid Al Qazwiny atau dikenal dengan
Ibnu Majah wafat tahun 173 H dan Abu Abdurahman Ahmad Bin Syua’ib An Nasa’I wafat pada 303 H. kitab
kitab mereka kita kenal dengan Kutubu Sittah yang artinya kitab
yang enam.
Adapun
beberapa metode para ulama pada saat ini selain memisahkan Hadits-hadits yang
dari Nabi dan sesuatu bukan Hadits, begitu juga memisahkan Hadits shoheh dan
selain Hadits shoheh. Pada masa ini sebagaimana diterangkan oleh Muhammad Khudory Bek, para ulama juga mensifati setiap
orang dengan haknya dari segi dhabit, sitqa, adil atau lawan-lawanya. Mereka ini yang
disebut dengan ahli Jareh Wata’dil. Maka barang siapa yang mereka ta’dilkan
riwayat mereka diterima, dan barangsiapa yang mereka jerh, maka haditsya
ditinggalkan.
Di
masa ini perhatian ulama-ulama bukan hanya pada Hadits saja, mereka juga
menunjukan perhatian pada Qur’an. Mereka menyadari Qur’an bukan hanya untuk
dibaca dan difahami secara makna teks saja, lebih dari itu mereka meyakini
bahwa banyak hal yang dapat diteliti dari pada Qur’an, sehingga pada gilirannya
pada masa ini timbul juga ilmu Ulumul Qur’an.
Abdul
Djalal.H.A dalam bukunya menjelaskan,[7] Orang pertama kali mengarang tafsir ialah
Syubah bin Hajaj (wafat 160 H), Sufyan bin Uyainah (wafat 197 H) dan Waki bin Jarrah
(wafat 197 H), mereka termasuk ulama Abad ke II. Tafsir yang mereka tulis itu
berupa koleksi pendapat-pendapat sahabat dan Tabi’in yang kebanyakkan belum
dicetak, sehingga tidak sampai pada generasi sekarang.
Setelah
meraka, muncul ibnu Jarir Ath Thabari (Wafat 310 H) yang mengarang kitab tafsir
Athabary, yang bernama Jaami’ul Bayan fi Tafsiril qur’a. Tafsir At Thabari
ini merupakan kitab tafsir yang paling besar dengan makakai metode Muqoran
(kompertif). Sebab beliau orang yang pertama kali menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an dengan mengemukan
pendapat-pendapat para ulama, dan membandingkan pendapat sebagian mereka dengan
pendapat sebagian yang lain, beliau juga menerangkan segi ‘itibar dan istimbatil
hukumnya.[8]
Pada
masa sebelumnya para ulama banyak yang takut untuk menafsirkan Qur’an hingga
metode penafsiranya hanya menggunakan metode Muqoranah saja. Masa
selanjutnya para penafsir Qur’an dari kalangan ulama semakin banyak, mereka
menggunakan metode Tafsir Bil Ma’sur yakni menafsirkan dengan
menggunakan sumber-sumber panafsiran Atsar saja, ada pula yang
menggunakan tafsir Bir Ra’yi, yakni mamakai sumber-sumber ra’yu,
dan ada pula yang menggunakan metode campuran.
Menurut
sejarah, perhatian terhadap Qur’an bukan hanya pada ilmu tafsirnya saja, para
ulama terdahulu juga mengarang ilmu Qur’an yang lain, Mereka mengarang ilmu Asbabun
Nuzul, beliau yang pertama kali mengarang kitab ilmu Asbabun Nuzul
adalah Ali Ibnu Madini (234 H), beliau
adalah guru imam Bukhori, kemdian Abu Ubaid Al Qasim bin Salam (224 H)
mengarang tentang kitab Nasikh wan Mangsukh, kemudian M. Ayub Adh Dhiris
(294 H), beliau menulis Ilmu Makki Wal Madani dan Muhammad bin Khalaf Al
Marzuban (309 H), beliau mengarang kitab Al Hawi Fil Ulumil Qur’an.[9]
Di
masa ini sejarah telah mengukir bahwa keilmuan Islam berkembang pesat, tidak
hanya munculnya ilmu-ilmu Hadits dan Ilmu Qur’an. Pada masa ini juga muncul
ilmu-ilmu baru seperti ilmu Fiqih, ilmu Kalam, ilmu tata bahasa arab dan lain
sebagainya. banyaknya disiplin ilmu yang muncul belakangan tersebut menjadi
bukti bahwa pada masa itu keilmuan Islam berkembang pesat.
Dalam
bidang Fiqih kita mengenal beberapa imam Madzahab, Imam Abu Hanifah (Nu’man Bin
Tsabit) lahir pada 80 H di Kufah. Sebagaimana yang dijelaskan Muhammad Khudhori
Bek, Abu Hanifah adalah seorang imam dalam Qiyas. Metode dalam Istimbath sebagaimana ia
katakana sendiri “saya mengambil dari kitab Allah, apa bila saya tidak
mendapatkannya saya akan melihat sunnah Rasullah, apabila saya tidak mendapatkan
dalam kitab Allah dan Sunnah Rasullah SAW, maka saya mengambil
perkataan-perkataan sahabat dari siapa yang saya inginkan dan meninggalkan
siapa yang saya inginkan, kemudian saya tidak akan keluar dari perkataan mereka
kepada perkataan selainnya. Apabila telah sampai kepada Ibrahim, Ass Sya’by, Al
Hasan, Ibnu Sirin dan Sa’id bin Al Musyayab, Maka saya akan berijtihad
sebagaimana mereka berijtihad”.[10]
Abu Hanifah terkenal dengan metode ihtisannya.
Malik
Bin Anas bin Abi Amer lahir pada tahun 93 H di Madinah. Beliau juga dikenal
sebagai guru Hadits dan ia memiliki dua julukan yang pertama ia dijuluki ahli Hadits
dan yang kedua dijuluki Mufti. Imam Syafi’I pernah belajar padanya tentang Hadits,
terbukti imam Syafi’I telah menghafal kitab Mu’ato’ Imam Maliki.
Sebagaimana imam Hanafi yang melakukan istimbath dengan cara melihat Qur’an
dan hadits, setelah tidak menemukan hukum di dalam Qur’an dan Hadist ia melihat
sahabat dan jika tidak ditemukan, beliau akan berijtihad. ia terkenal dengan metode
Istishlah.
Abu
Abdilah Muhammad bin Idris bin Al ‘Abbas bin Ustaman bin Syafi’I Al Mutholiby
lahir di Ghaza, ia memiliki pendapat yang kita kenal dengan Qaul qodim
dan Qaul jadid. Menurut Muhammad Khudhory Bek, dasar madzhab Asy Syafi’I disusun dalam Risalah Ushulnya.
Dia berhujah dengan bentuk-bentuk Dhohir Al Qur’an samapai ada dalil
yang menunjukan bahwa yang dimaksud bukan Dhahirnya, kemudian sunnah dan dia
sangat membela untuk beramal dengan
khabar Ahad selama rawinya tsiqoh, dhobith dan selama hadits itu
bersambung pada Rasullah SAW.[11]
Imam syafi’I adalah termasuk salah satu dari guru Imam Hambali, Beliau terkenal
dengan metode qiyasnya.
Imam
Ahmad bin Hambal bin hilal Adz Dzihiy Asy Syaibani Al Marwazy Al Baghdady lahir
tahun 164 H. ia beramal dengan Hadits ahad tanpa syarat “ketika sanadnya
shahih” seperti metode imam syafi’I dan beliau mendahulukan perkataan sahabat
dari Qiyas.
IV.
Mongoliyah Dan Ustmaniyah.
Yang
dimaksud dengan era Mongoliyah adalah kisaran tahun 656-925 H, pada masa ini
sebagaimana ahli sejarah mengatakan bahwa Islam mengalami kemuduran. Setelah
dinasti Samaniah runtuh, Samarkhan dan Bukhara jatu ke tangan dinasti Saljuk
Sanjar yang kemudian dihacurkan oleh pasukan mongol di bawah pimpinan Jengis Khan
(616 H/1220 M). Selama 500 tahun berikutnya sejarah keduanya menyedihkan.[12]
Pengaruh
runtuhnya dinasti Samaniah menyebabkan pindahnya kegitan keilmuan pada masa
Abasiyah berpusat di kota-kota Baghdad, Bukhara, Naissabur, Sevilla berpindah
ke kota Kairo, Iskandariyah, Ushuth, Damaskus dan kota-kota lain di Mesir dan Syam. Di zaman ini pula banyak
buku-buku dan perpustakaan-perpustakaan bersama dengan kekacauan penaklukan oleh
kaisar Mongol di timur dan penyarangan di Spanyol.
Sedangkan
yang dimaksud dengan era Utsmaniayah adalah kisaran tahun 925-1075 H. Munculnya kerajaan Utsmani adalah setelah
runtuhnya Turki Saljuk oleh kekasiaran mongol. Secara singkat, sejarah mencatat pada masa ini,
sendi-sendi Islam mulai bangkit, terbukti dengan direbutnya Brousse oleh Sultan Urkhan Bin Ustman
(726-761 M) dan Sultan Murad II bin Muhammad (824-855H) yang menguasai
Hongaria, Falokah dan lain sebgainya.
D.
Metodologi Dan Pendekatan Study Islam Era Modern.
Study
Islam era modern dimulai dari abad 19-20 H atau abad 15 H hingga sekarang. Pada
masa awal ini muncul banyak ulama-ulama yang mengarang kitab-kitab tentang
agama Islam. Abdul Djalal H.A menyebutkan beberapa pengarang kitab Tafsir dan
Ulumul Qur’an lainnya pada setelah abad ini di dalam bukunya, sebagian dari
mereka pengarang kitab tafsir dan Ulumul Qur’an adalah Ad Dahlawi dengan
kitabnya Al Fauzul Kabir Fi Ushuli
Tafsir, Jamaluddin Al Qosimi dengan kitabnya Al Qur’an Wal Ulumil
‘Ashiriyah, Sayid Qutub dengan kitabnya At Tasfirul Fanni Fil Qur’an dan
Dhilalil Qur’an, Dr. Mahmud Hijazi dengan kitabnya Tafsir Al Wadhih dan
Wahdhatul Maudhuiyah, Prof. M.Ali Ash Shabuni dengan kitabnya Rauiyul
Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Minal Qur’an dan lain sebgainya.
Selain
munculnya beberapa ulama yang mengarang kitab disiplin ilmu-ilmu tentang Islam,
pada abad ini juga memunculkan para pembaharu (Mujadid). Munculnya
Muhammad Abduh yang lahir pada tahun 1849 M, ia mempunyai murid yang bernama Muhammad
Mursid Ridha, Abduh dan Ridha pada itu menerbitkan majalah Al Manar. Salah satu
tujuan pokok gerakan Muhammad Abduh adalah memberantas taklid, bid’ah
dan kejumudan yang dipandang sebagai kemunduran agama Islam, dan menekankan
keharusan melakukan ijtihad untuk melakukan interprestasi baru terhadap Qur’an
dan Hadits khususnya tentang kemasyarakatan yang digariskan oleh Allah pada
tataran prinsip Umum.[13]
Di
Indonesia ada K.H. Ahmad Dahlan yang mendirikan organisasi besar pada tahun
1912, organisasinya kita kenal dengan Muhammadiyah, kemudian pada tahun 1926
tepatnya 31 Januari berdiri Nahdhotul Ulama di bawah pimpinan K.H Hasyim
‘Asy’ari, dimana kita ketahui lahirnya Nahdhotul Ulama lahir atas reaksi
ketidak setujuan terhadap raja Saud yang ingin membongkar pusaran Nabi Muhammad
saat itu (Baca Sejarah Lahirnya Muhammadiyah Dan Nahdhotul Ulama).
Dalam
disiplin ilmu Islam Indonesia, kajian Islam juga menjadi perhatian penting para
ilmuan Indonesia. Kajian Islam Indonesia dapat ditengarai kemajuannya melalui
karya-karya disiplin ilmu Islam ulama Indonesia. Indonesia mempunyai Muhammad
Nawawi Al Bantani (1813-1897 M), beliau mengarang kitab Tauhid, Tafsir, Fiqih
dan Hadits. Kiatab yang biasa dikaji dikalangan pesantren adalah Tijanud
Durari dan Fathul Majid untuk Ilmu Tauhid, Tafsir Munir untuk
Tafsir dan Ad Durar Al Bahiyah untuk kitab Hadits. Terhitung lebih dari
38 Judul dari berbagai macam disiplin ilmu yang beliau telah tulis. Kemudian
ada pula Muhammad Yasin Al Padani (1915-1990M), beliau mengarang banyak judul
kitab dalam disiplin ilmu Islam, setidaknya ada 20an kitab yang beliau karang,
salah satu kitabnya yang terkenal adalah Al Fawaid Al Janiah Ala Qowaidul
Fiqihiyah (Baca Biografi Muhammad Nawawi Al Bantani Dan Muhammad Yasin Al
Fadani).
Kajian
tentang agama Islam pada abad ini tidak hanya berkembang di Negara-negara timur
melainkan kajian tentang Islam juga berkembang
di Negara barat. Hal ini sebagaimana
kita bisa temui dengan adanya kajian bahasa Arab oleh pakar bahasa dari Jerman Johann Jokab Reiske (1716-1774 M).
Kajian-kajian bahasa Arab berkembang secara luas di Eropa sejak pemulaan abad
ke 19. Salah satu dari ahli-ahli dalam bidang ini adalah seorang sarjana Francis
A.I Sylvestre de Sacy (1758-1838),[14]
dan masih banyak lagi sarjana-sarjana dari Eropa yang mengkaji tentang Islam.
Baik
di barat atau di timur pada tahun 1920- sekarang , perhatian tentang Ilmu keislaman
dan agama Islam bukan hanya saja bersifat teologis dan ibadah saja, para
peneliti memperluas kajianya pada banyak subyek disiplin ilmu yang ada pada
agama Islam. Dalam buku Aneka Pendekatan Agama (Sebuah kumpulan naskah Peter
Connolly), kita bisa temukan di sana bahwa kajian tentang agama pada tulisan di
dalam buku itu menggunakan beberapa pendekatan, pendekatan-pendekatan itu adalah
Antropologi. Fenomenologi, Feminis,
Filosofis, Sosiologis dan Teologis.
E.
Penutup.
Kajian
Islam yang semula hanya bertitik pada kepercayaan, Ibadah serta Muamalah pada
masa klasik (Masa Nabi- Abad 19 M)
mengalami pergeseran yang sangat signifikan jika ditilik dari perkembangan
keilmuan dan metodologi dan pendekatan kajian Islam. Hal ini seperti yang kita
tahu bahwa di masa Nabi kajian keilmuan Islam belum terlalu banyak hingga hanya
menelurkan beberapa disiplin ilmu saja. Namun setelah lahirnya dinasti Umayah
dan Abasiyah, disiplin ilmu yang mengkaji Islam sudah sangat banyak, lahir ilmu
Tafsir, ilmu Hadits, ilmu Fiqih dan ilmu Ushul Fiqih, hal ini hemat saya karena
perkembangan keilmuan Islam bergantung pada obyek kajian dan metodologi dan pendekatan
tertentu yang digunakan oleh peneliti
saat itu.
Hal
ini coba diubah oleh intelektualis abad 19 M – hingga sekarang. Keberanian para
peneliti pada masa abad modern ini menunjukan arah yang positif terhadap masa
depan kajian Islam pada masa selanjutnya. Pendekatan dan metodologi untuk
menggali kajian Islam dianggap tepat, hal ini karena megkaji Islam bukan hanya
lagi melalui teks atau secara teologis saja, lebih dari itu pendekatan lain
seperti Antropologi, Fenomenologi, Feminis, Filosofis dan Sosiologis ini juga dibutuhkan untuk mengkaji Islam
dewasa ini, sehingga pada giliranya Islam dapat dilihat dari arah mana saja.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah (pengantar), Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar.
(Ahmad Azhar Basir) . PT Tiara Wacana Yogya. 1989.
Huston Smith (FX Dono Sunardi Dan Satrio Wahono), Agama-Agama
Manusi ,PT. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta. 2015.
Dr. H. Mohammad Daud Ali.SH. Hukum Islam , Pengantar Ilmu Hukum dan
Tata Hukum Islam Indonesia. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Cet 16. 2011.
Prof. Dr. Abdul Wahab Kholaf ( Faiz
El Muttaqin.S.Ag), Ilmu Ushul Fikih, Pustaka Amani, Jakarta. Cet I.
2003.
Syekh Khudhori Bek (Pakih Sati), Sejarah Hukum Islam. CV. Nuansa
Auliaya’. Bandung. 2009.
Prof. H. Abdul Djalal. Ulumul Qur’an. Dunia Ilmu. Surabaya. Cet
III.2008.
H. Fatah Sukur NC. Sejarah Peradaban Islam. Fakultas Tarbiyah
Walisongo. Semarang.2008. Cet. I
Prof. Dr. Azim Nanji (Ed). Peta Studi Islam;Orientalisme dan Arah
baru Kajian Islam Barat. Fajar Pustaka Baru. Yogyakarta. 2003.
http://suararisalah.blogspot.co.id/2014/07/biografi-muhammad-abduh-pembaharu.html
[1]
Amin Abdullah (pengantar)Metodologi Penelitian Agama, Sebuah Pengantar. (Ahmad
Azhar Basir) . PT Tiara Wacana Yogya. 1989.Hal. 113
[2]
Huston Smith (FX Dono Sunardi Dan Satrio Wahono), Agama-Agama Manusi Terj,PT.
Serambi Ilmu Semesta. Jakarta. 2015. Hal .256
[3]
Dr. H. Mohammad Daud Ali.SH. Hukum Islam , Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam Indonesia. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Cet 16. 2011. Hal. 171
[4]
Prof. Dr. Abdul Wahab Kholaf ( Faiz El
Muttaqin.S.Ag), Ilmu Ushul Fikih, Pustaka Amani, Jakarta. Cet I. 2003.Hal 6
[5]
Syekh Khudhori Bek (Pakih Sati), Sejarah Hukum Islam. CV. Nuansa Auliaya’.
Bandung. 2009.Hal.191
[6]
Ibid. Syekh Khudhori Bek (Pakih Sati), ……………………Hal 191-192
[7]
Prof. H. Abdul Djalal. Ulumul Qur’an. Dunia Ilmu. Surabaya. Cet III.2008 .Hal 31-32
[8]
Ibid
[9]
Ibid. Prof. H. Abdul Djala. Hal 32
[10]
Ibid. Muhammad Khudory Bek. Hal 238
[11]
Ibid Hal.258
[12]
H. Fatah Sukur NC. Sejarah Peradaban Islam. Fakultas Tarbiyah Walisongo.
Semarang.2008. Cet. I.Hal 148
[13] http://suararisalah.blogspot.co.id/2014/07/biografi-muhammad-abduh-pembaharu.html
[14]
Prof. Dr. Azim Nanji (Ed). Peta Studi Islam;Orientalisme dan Arah baru Kajian
Islam Barat. Fajar Pustaka Baru. Yogyakarta. 2003. Hal. 3
Komentar
Posting Komentar