TRADISI KAUM NAHDIYIN
Oleh: Agus
Salim.
Kaum Nahdiyin
adalah mereka yang berpayung organisasi Nahdhotul Ulama. Nahdhotul Ulama sendiri organisasi keagamaan dan bukan
merupakan agama, walau sedikit orang madura 'mengatakan' Nahdhotul Ulama
merupakan agama. Sebagaimana kita tahu
bahwa organisasi yang berlambang dunia dengan beberapa
bintang mengitari dan tali menyampul ini merupakan organisasi yang
dibentuk untuk mempertahankan tradisi ulama salaf.
Patut
untuk difahami bahwah Nahdhotul Ulama sebagai organisasi keagamaan sama sekali
tidak membuat bahkan merumuskan sebuah
ibadah baru atau tradisi baru bagi pengikutnya. Ihwal ibadah dan juga
tradisi yang dilakukan oleh parah kaum Nahdiyin merupakan tinggalan ulama salaf
yang berpayung i'tiqad ahlu sunnah waljama’ah dan juga para Wali Songo
yang membawa ajaran Islam ke nusantara. Doktrin itu lah yang pada saat lahirnya
Nahdhotul Ulama dipertahankan, apalagi mereka para founding father Nahdhotul Ulama
telah mencium anyir kebijakan raja Suud yang ingin memindahkan situs sejara,
bahkan kubur hamba yang paling mulya, kubur Nabi Muhammad. Kebijakan yang
sangat naif, karena kuburan itu merupakan Situs penting Islam. Atas
dasar konsensus ulama sedunia yang tidak sepakat atas kebijakankonyol itu, maka
kaum Nahdiyin pun mengutus beberapa delegatornya untuk bertemu dengan raja Suud
dan meminta agar niat pemindahan kuburan nabi Muhammad tidak dilakukan.
Tradisi Kaum
Nahdhiyin merupakan amaliayah-amaliyah yang lahir dari ajaran-ajaran Nabi dan
para sahabat, begitu juga para tabi’in atau tabi’in dan bahkan ulama salaf yang lahir 1059
M yang kemudian di ajarkan oleh para wali songo
yang membawa Islam ke nusantara. Sebagaiman kita tahu, Islam corak Wali Songo
merupakan islam yang paling tua di
Indonesia, karena itu tradisi Islam Nahdhotul Ulama tak begitu sulit diterima
oleh banyak orang di Indonesia bahkan di Malaysia dan Brunai Darus Salam, bahkan merupakan
organisasi Islam terbesar di Indonesia hingga saat ini.
Ada keyakinan
yang sangat kuat bahwa jalan mengambil hukum Islam bukan saja berasal Qur’an
atau Hadist, melainkan juga berasal dari Ijma’ atau konsensus ulama dunia yang
diyakini sebagai hujah. Metodologi ijma’ merupakan hasil dari pemahaman atas
hadist Layajtami’u Umati ala dholalah, tidakalah umat Nabi akan
berperilaku dholim saat melakukan konsesensus, sehingga pada saatnya hukum yang
dihasilkan atas dasar konsensus ulama dunia akan cacat atau tidak mempeunyai
kandungan maslahah. Selain Ijma atau konsensus ulama kaum nahdhiyin juga
menggunakan amaliayah dan keputusan shabat dalam melakukan amaliyah atau
memutus hukum hal ini karena terdapat hadist yang menyatakan kaharusan untuk mengikuti
para sahabat, Ashabi kan Nujum
Faiinik Tadaitum Ihtadaitum. Nabi dalam hadist ini mengumpamakan sahabat
beliau sebagai bintang yang dapat menunjukan arah para penglihatnya yang ingin
ke arah mana ia ingin berjalan.
Selain
amaliayah-amaliyah ubudiayah kaum nahdiyin juga merayakan hari-hari bersejarah
yang mempunyai arti bagi mereka, seperti maulid nabi sebagai kelahiran nabi
Muhammad, satu Muharam sebagai tahun baru Islam dan uapacara-upacara duka dan
bahagia seperti yasin tuju harian untuk keluarga yang meninggal dunia dan tujuh
bulanan, juga barjanjian atau dzibaiyan saat kelahiran anak. Sekalipun hal
tersebut merupakan ihwal atau amaliyah yang tidak dilakukan pada saat dizaman
Nabi namun jika dikira ihwal itu baik dan tidak merugikan orang lain, maka di
anggap tidak apa-apa dilakukan hal ini sejalan dengan hadist Ma Raa Mingkum
Khairan Fa Indallahi Khairun, terkecuali ihwal ibadah yang sudah saklak,
maka dalam hal ini kaum Nahdiyin tidak akan menambah atau mengurangi.
Sikap kaum
Nahdiyin yang berpegang pada prinsip Al Muhafadho Ala Qadimi Sholih Wal
Akhdu Bijadidil Aslah, menjaga tradisi terdahulu yang dilakukan oleh umala
sholih dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih maslahat, merupakan prinsip
dasar yang membuat kaum nahdiyin sebagai Umatan Washaton, umat yang
moderat yang tidak radikal atau bahkan fundamental dan ortodoksi.
Tambak,
31 Januari 2016
Komentar
Posting Komentar