AKTIVITAS YANG MENJADI IBADAH


Dalam Islam ada perbedaan tipis antara ibadah dan bukan ibadah, pasalnya ibadah yang telah disyari'atkan oleh Allah pada hambanya tidak jauh beda dengan aktivitas sehari -hari seorang hamba itu sendiri.
Sholat contohnya, kegiatan sholat ini hampir sama dengan gerakan senam jika dilihat dari gerakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan gerakan yang sama dalam setiap rakaatnya, puasa akan sama dengan program diet bagi mereka yang mengurangi jatah makan, minum, merokok atau sebagainya. Haji pun demikian akan sepadan dengan tour atau treveling ke makkah, bahkan shodaqoh dan zakat akan sepadan dengan memberi sesuatu kepada orang lain dengan niat tertentu.
Akan ada perbedaan antara aktivitas biasa dengan ibadah yang kita lakukan jika kita barengi dengan niat karena Allah sekalipun harus diakui juga harus ada syarat dan tukun yang terdapat pada ibadah.
Nabi mengatakan "Segalah sesuatu membutuhkan niat (untuk dinyatakan ibadah) dan segala sesuatu tergantung niatnya), Berkaitan dengan adanya niat karna Allah semata dalam aktivitas sehari-hari, maka aktivitas yang bukan dikategorikan ibadah akan menjadi ibadah, sebaliknya perbuatan yang ibadah akan tidak menjadi bernilai ibadah jika tanpa niat.
Kesepakatan terhadap harus adanya niat dalam ibadah merupakan kesepakatan imam empat mazhab. Walau disadari ada perbedaan penempatan niat dalam setiap ibadah. Perbedaan tersebut nerupakan hasil dari perbedaan pisau analisi yang digunakan oleh para imam mazhab. Pun begitu pula dalan mengkategorikan niat sebagai rukun atau syarat.
Sebagaimana kita ketahui bersama penempatan niat jika bergantung pada dikategorikan apa niat itu, Maka niat akan bukan masuk di dalam rangkaian ibadah, jika niat di kategorikan syarat, dan niat akan masuk kedalam rangkaian ibadah, jika niat dikategorikan rukun.
Bagi kaum muslim yang terpenting dalam ibadah adalah niat, niat dalam suatu ibadah itu lebih penting dari pada ibadahnya, maka Nabi pun mengatakan "Niat orang mukmin adalah merupakan ibada", yang tentu dalam kaitan ini tidak boleh disalah fahamkan dengan menyimpulkan "gak usa ibadah cukup niat, lah wong niat saja lebih utama dari ibadahnya", mafhum dari hadits di atas bukan memberi tawaran bagi kita untuk memilih melakukan niat atau melakukan ibadah. Mafhum hadist di atas adalah ibadah yang disertai niat akan berbobot sesuai niatnya, dan ibadah yang tak disertai niat akan percuma.
Banyak orang mukmin yang ingin melakukan suatu ibadah tapi karena katidak mampuanya karena ada udzur syar'i ia tidak dapat melakukanya, menurut suatu pendapat ia telah dicatat sebagai pelaku ibadah yang ia niati atau inginkan kendati belum melakukan.
Ulama berpendapat, perbedaan ibadah dengan maksiat itu juga terletak pada niat, artinya jika ibadah membutuhkan niat, maka maksiat tak harus niat. Dan tidak ada aktivitas maksiat yang membutuhkan niat dan tidak ada maksiat akan menjadi ibadah walau niatnya Lillah.
Dalam kaitan niat agar dapat menjadi ibadah yang sempurna, maka seseorang harus mengorientasikan terhadap tiga hal, pertama melakukan ibadah karena Allah (lillah), melakukan ibada sebab Allah(billah), dan melakukan ibadah di jalan Allah (fillah), hal ini sebagaimana di ajarkan oleh para ulama kita masa dulu, agar amal ibadah kita tidak menjadi percuma di hadapan Allah kelak.
Maka sayogyanya seorang mukmin harus meletakan niat dalam segala aktivitas kebaikan sehari-hari. Dimulai dari hal remeh temeh sampai yang dianggap penting. Sehingga mereka dapat memetik buah amal ibadahnya. (AS)
Top of Form
Bottom of Form


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

SEBAIK-BAIK TEMAN ADALA HUKAMA DAN ULAMA

METODOLOGI DAN PENDEKATAN STUDY ISLAM ERA KLASIK DAN MODERN