KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM DAN TUJUANNYA
A.
Pendahuluan.
Kebutuhan
dan keinginan manusia terhadap sesuatu guna menopang kebutuhan hidup dan juga
keinginan manusia adalah hal yang fitrah adanya. Kebutuhan dan keinginan itu
ada sejak manusia dilahirkan tanpa dapat dihindari. Manusia yang dikenal
sebagai mahluk hidup yang memilki akal dan nafsu tidak dapat menafikan
kebutuhan-kebutuhan dan keinginannya dalam memperoleh kebutuhannya.
Manusia
sebagai makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan terhadap barang-barang
berharga sebagai kebutuhan primer atau skundernya memang harus memiliki cara
yang mengatur perolehannya. Adanya aturan dalam memperoleh dan menjualnya
bertujuan agar supaya mereka terjaga dari kerugian dan merugikan orang lain
dalam berinteraksi sebagai makhluk ekonomi. Islam sebagai Agama monologi, melalui
Qur’an dan Hadist menjelaskan bagaimana cara-cara memperoleh sesuatu yang
diingikan bagi pengikutnya, cara-cara itu di atur dalam kitab fikih dengan tema
pokok Buyu’. Dalam bab Buyu’’ dipaparkan bermacam-macam transaksi
yang dapat digunakan dalam memperoleh harta-benda dan memperoleh apa yang
manusia inginkan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup.
Ekonomi
islam berprinsip pada need atau kebutuhan, dan bukan pada want atau keinginan
menguasai. Dalam agama islam munculnya istilah haram dan halal merupakan
aturan-aturan yang harus ditaati. Halal dan haram adalah konsekuensi dari
perilaku manusia sebagai penganut agama islam dalam menjalankan aktivitas
ekonomi. Keduanya akan memiliki efek bagi pelakunya di dunia bahkan di akhirat.
Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, kebolehan dan tidaknya dalam
bertransaksi hanya dirasa pada kehidupan dunia dan menafikan efek akhiratnya.
Dari sini kita ketahui adanya perbedaan antara efek ekonomi islam dengan
ekonomi yang lain. Dalam makalah ini akan dijabarkan tentang karakteristik
ekonomi islam dan tujuan ekonomi islam. Dikira sangat penting membahas tentang
karakteristik ekonomi islam dan tujuannya, karena pada karektristik dan tujuan
inilah ekonomi islam dapat dibedakan.
B.
Ekonomo Islam.
Fenomena
ekonomi islam telah menajdi perhatian bagi ilmuwan muslim pada awal abad XX,
yang dimulainya pada tahun 30 an. Salah
satu penyebabnya ialah karena krisis ekonomi dunia (1930), itupun baru taraf
konsepsional dan emberio dalam pengembangan aplikatif. M.A.Mannan adalah
seorang pemikir dan peletak dasar ekonomi islam sebagai sebuah sistem dan juga
mengembangkan sebuah pendekatan metodologis untuk ilmu ekonomi islam. Selain
itu, ia juga telah mengembangkan sebuah pemikiran baru tentang ekonomi islam,
baik sebagai sistem maupun disiplin ilmu pengetahuan.[1]
Dalam
perkembangannya ekonomi islam menemui puncaknya apada tahun 1960, beberapa
negera islam sebagaimana Pakistan dan Mesir, walau sejarah mencatat ekonomi
islam tersebut harus tersandung kepentingan politik. Di Indonesia ekonomi islam
berganti istilah menjadi ekonomi syariah, ekonomi syariah merupakan istilah
yang muncul karena karena dorongan politik pemerintah yang mengantipasi terjadinya
pecahnya persatuan Negara Indonesia karena menggunakan istilah islam. Negara
indoesia merupakan Negara dengan penduduk mayoritas muslim namun bukan Negara
islam yang menghargai kemajemukan warga negaranya dalam agama.
Menurut
etimologi ekonomi terdiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu oikos dan
nomos yang berarti tata laksana rumah tangga. Sastradipoera mengatakan bahawa
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani asal kata Oikosnamos atau Oikonomia
yang artinya urusan rumah tangga khususnya penyediaan dan admitrasi pendapatan.[2]
Adapun
Ekonomi islam menurut terminology adalah ilmu yang mengatur tentang
kebutuhan-kebutuhan manusia, mengatur tentang cara mendapatkan kebutuhannya
dengan dasar nash Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Ia memiliki prisnsip-prinsip
muamalah islam, sehingga nilai-nilai terkandung didalamnya adalah
tolong-menolong bukan menzholimi. M. Arkham Khan sebagaimana di kutip oleh
Abdul Manan mengatakan,[3]
ekonomi islam adalah untuk mempelajari kewenangan manusia agar menjadi baik,
yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan kepada
kerja sama dan partisipasi.
Menurut
Muhammad Abdul Manan yang dimaksud dengan ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan
sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh
nilai-nilai islam. Kursyid Ahmad Ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis
untuk memahami maslah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara rasional
dalam presfektif Islam.[4]
Dalam
perkembanganya ekonomi islam saat ini, bisa juga Ekonomi islam diartikan sebagai sebuah ilmu
yang mempelajari cara memperoleh sesuatu yang berharga dan yang dibutuhkan
dengan melakukan transaksi-transaksi akad sebagaimana dalam penjelasan ilmu
fikih pada bab muamalah. Akad-akad itu di kontruksikan dengan transaksi
konvensional sehingga menjadi akad yang diinginkan dan sesuai dengan tujuan
islam. Dimana prinsip islam dalam bertransaksi dalam muamalah adalah harus
bersih dari unsur-unsur MAGRIB (Maysir, Ghoror dan Riba). Transaksi-transaksi
yang didalamnya terdapat MAGRIB pasti merugikan para pihak, hal inilah yang
tidak diinginkan oleh ekonomi islam.
C.
Dasar Ekonomi Islam.
Secara
jelas Qur’an tidak menyebutkan istilah ekonomi atau yang sejenisnya, Qur’an hanya menyebutkan prinsip-prisip
umum dalam menjalankan ekonomi. Prinsip ekonomi yang disebutkan dalam Qur’an
kemudian diformulasikan oleh para mujtahid yang kemudian menjadi akad-akad yang
tujuannya adalah mempertahankan prinsip-prinsip ekonomi yang diamanatkan dalam
Qur’an.
Beberapa
prinsip tersebut tertuang dalam surat An Nisa ayat 29, prinsip tidak berbuat
dzholim dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan dengan cara yang bathil, dan
menganjurkan dalam memperoleh sesuatu itu dengan cara perniagaan yang didasari
kesuka relaan tanpa paksaan.
يَاَيُّهَا
الْذِيْنَ اَمَنُوا لاَتآْكُلُوْا اَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بالْبَطِلِ اِلاَ اَنْ
تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَضٍ مِنْكُمْ
Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di anatara kamu. (QS. Anisa 29).
Sebuah
perniagaan tidak dapat dilaksanakan jika tanpa ada proses transaksi atau akad
yang berisi tawar-menawar antara para pihak. Transaksi atau akad adalah proses
tawar menawar, dengan tawar menawar semua pihak dapat diketahui kesuka relaannya.
Kesuka relaan para pihak dalam transaksinya menajadikan keberkahan baginya,
tanpa ada permusuhan atau merasa didzholimi salah satunya. Dengan demikian
sebuah perniagaan tanpa diawali dengan akad, maka prinsip-prinsip ekonomi islam
tidak tercapai.
يَاَيُّهَا
الْذِيْنَ اَمَنُوا اَوْفُوْا بِالْعُقُودِ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, penuhi akad-akad itu. (QS. Al Baqorah. 1)
Budaya
ekonomi jahiliyah diakui hingga sekarang masih kita temui dimasyarakat kita. Budaya
itu adalah menimbun harta dengan cara yang nakal dan merugikan orang lain. Cara-cara
itu adalah meberlakukan sistem ribawi, perjudian dan monopoli, sehingga Qur’an
melarangnya.
يَاَيُّهَا
الْذِيْنَ اَمَنُوا لاَتآْكُلُوْ الرِّبَوا اَضْعَافًا مُضاعَفًا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda. (QS Ali Imran
130).
Beberapa
prinsip-prinsip ekonomi menunjukan betapa dalam ekonomi islam perniagaan tidak
hanya menguntungkan satu pihak saja, tapi para pihak yang bertransaksi juga
mendapat keutungan baik secara moril atau materil. Prinsip ekonomi islam dalam
Qur’an di atas menunjukan untuk berbuat dzholim terhadap orang.
D.
Karakteristik Ekonomi Islam
Perbedaan
sesuatu dapat dilihat jika dapat diketahui karakteristik atau ciri-ciri yang
membedakannya. Untuk mengetahui perbedaan ekonomi islam dan ekonomi lainnya,
rasanya perlu juga mengungkap karakteristik ekonomi islam sebagai pembeda
dengan ekonomi lain. Sebagai agama, islam sejak lahirnya telah mengatur
aktivitas umatnya agar mereka dapat hidup damai dan nyaman. Aturan ekonomi,
politik, ketata negaraan dan lain sebagainya telah diatur oleh ajaran islam.
Aturan ekonomi islam sebagaimana kita ketahui telah diatur dalam ilmu fikih.
Karakteristik
ekonomi islam mengakui ada dua tujuan yang harus dicapai oleh setiap orang
selaku pelaksana ekonomi yaitu tujuan hidup dunia akhirat. Dalam ekonomi islam,
pelaksanaan segala bentuk aktivitas ekonomi harus mempunyai nilai ganda
tersebut dan hal ini harus berimplikasi pada keseriusan berusaha karena adanya
pertanggung jawab dunia dan akhirat sekaligus. Seorang pelaku ekonomi islam,
baik individu maupun negara harus memiliki karakteristik time horizon agar
tujuan ekonomi yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik. Tujuan ini
ialah kesejahteraan dunia (profit oriented) dan kesejahteraan akhirat kelak
(falah oriented).[5]
Para
ahli hukum islam merumuskan nilai-nilai yang terkandung dalam aturan ekonomi
islam. Ridwan mamaparkan bahwa ekonomi
islam memiliki dua sifat dasar, yakni ekonomi rabbani dan ekonomi insani. Disebut
ekonomi rabbani karena syarat dengan arahan dan nilai-nila ilahiyah. Kemudian
ekonomi islam disebut sebagai ekonomi insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditunjukan untuk kemakmuran
manusia. Lebih lanjut ia menjelaskan, umer Chapra menyebut sistem ekonomi islam
dengan ekonomi tauhid. Prinsip ekonomi tauhid adalah semua faktor ekonomi
termasuk diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan Allah dan kepadanya (kepada
aturan-nya), dikembalikan segala urusan.[6]
Sifat
dasar ekonomi islam di atas menurut Ridwan menunjukan bahwa seorang dalam
bertransksi tidak diperkenankan hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, ia
harus menghormati nilai agama dan juga hak orang lain. Hak-hak kebendaan dan
kekayaan adalah bagian dari maqosidus syar’I yakni hifdzul mal (menjaga
harta), seorang tidak diperkenankan oleh syara’ untuk memperoleh harta yang
bukan haknya tanpa cara-cara tertentu yang dilegalkan oleh agama syara’. Dalam
hal ini Muhammad Syafii Antonio[7]
menjelaskan atas pemahamannya terhadap surat al Baqorah ayat 60 yang
mengajarkan pada kita dalam memperoleh makan dan minum tidak diperkenankan
dengan cara membuat keruskan, Kemudian surat al Baqorah ayat 168, yang mengajarkan
agar kita memakan dan minum dari sesuatu yang halal lagi baik.
Abdul
Manan mengutip penjelasan Muhammad yang mengatakan, Bangunan ekonomi islam diletakan pada lima pondasi
yaitu ketuhan (Ilahiyah), keadilan (al-Adl), kenabiyan (an Nubuwah), pemerintahan
(al Khalifah), dan hasil (al Ma’ad) atau keutungan. Kelima pondasi ini
hendaknya menjadi aspirasi dalam menyusun proposi-proposi atau teori-teori
ekonomi islam.[8]
Para
proponen ekonomi islam umumnya memandang sistem ini memiliki perbedaan dengan
kedua sistem besar. Perbedaan yang utama dan pertama tentu secara epistimologis
adalah Pertama, ekonomi islam dipercaya sebagai bagian integral dari ajaran
agama islam sehingga pemikiran ekonomi islam langsung bersumber dari Allah SWT.
Kedua, ekonomi islam dilihat sebagai sistem, bukan hanya bertujuan mengatur
kehidupan manusia di dunia, melainkan juga menyeimbangkan kepentingan manusia
di dunia dan di akhirat. Ini membawa implikasi dari aspek normatif: apa yang
baik dan buruk, apa yang harus dilakukan atau dihindari bukan semata-mata
dilihat dari aspek efisiensi sebagaimana dikenal dalam ekonomi konvensional,
melainkan agar tindakan dikehidupan duniawi juga menghasilkan imbalan di akhirat.
Ketiga, sebagai kosekuensi dari landasan normatif sejumlah aspek positif atau
teknis dalam ekonomi konvensiaonal tidak bisa diaplikasikan karena bertentangan
dengan nilai-nilai yang dibenarkan dalam islam.[9]
Menurut
para ahli ekonomi islam, ekonomi islam berada di antara dua madzhab besar
ekonomi yang lebih dahulu lahir. Para ahli tersebut adalah Abu ‘ala Al Maududi,
Yusuf Kamal, Kamil Musa dan Fazrur Rahman,[10]
sebagaimana di kutip dalam buku yang disusun oleh Ridwan bahwa konsep
kepemilikan dalam sistem ekonomi islam merupakan jalan tengah antara
kapitalisme dan sosialisme yang merupakan kulminasi perjuangan hak-hak politik
kewarganegaraan. Sistem ekonomi islam yang mengambil jalan tengah diantara dua
ektrimitas kapitalis dan sosialis.
Sistem
ekonomi islam menyediakan peluang-peluang yang sama (yaitu hak terhadap harta
dan bebas berusaha) dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam
distribusi kekayaan yang semata-mata bertujuan untuk memelihara kestabilan
dalam sistem ekonomi.[11]
E.
Tujuan Ekonomi Islam.
Mempelajari
ekonomi islam berati juga harus mempelajari hukum ekonomi hukum islam, karena
ekonomi islam di dalam ilmu fikih merupakan aturan-aturan yang mengatur ekonomi
islam. Mempelajari ekonomi islam tanpa mempelajari hukum berekonomi maka tujuan
berekonomi tidak dapat dicapai. Ridwan mengutip pendapat M. Khalid Mas’ud dalam
bukunya menjelaskan, secara umum tujuan fundamental dan merupakan pesan dasar
dari syariah islam adalah terealisasinya kemaslahatan kemanusian universal
untuk kebahagian dunia akhirat.[12]
Islam dalam mengatur umatnya memiliki lima dasar pokok yang salah satunya
adalah menjaga harta benda. Sehingga dalam memperoleh harta harus mengikuti
aturan-aturan yang telah diformalisasikan para ulama walau pada gilirannya akan
berubah pada masa yang berbeda.
Muhammad
Asro dan Muhammad Kholid, Mereka dalam bukunya menyatakan untuk mencapai
keadilan dalam hukum fikih maka haruslah dilandaskan pada beberapa hal di bawah
ini:[13]
1.
Prinsip
tauhidullah, bahwa semua paradigma berfikir yang digunakan ajaran islam yang
termuat dalam Al Qur’an dan Al Hadist, baik dalam konteks ritual maupun sosial
harus bertitik tolak dari nilai-nilai ketauhidan, yakni tentang segala yang ada
yang mungkin ada, bahkan yang mustahil ada di ciptakan oleh Allah SWT, Maka
kata rabbul’alamin dapat dimaknakan bahwa Allah maha intelektual yang memiliki
iradah atas segala sesuatu.
2.
Prinsip
Insaniyah, prinsip kemanusiaan, bahwa produk akal manusia yang dijadikan
rujukan dalam perilaku sosial dan sistem budaya harus bertitik tolak harus dari
nilai-nilai kemanusian, memuliakan manusia dan memberikan manfaat serta
menghilangakan kemadhorotan bagi manusia.
3.
Prinsip
tasawuh (prinsip toleransi), sebagai titik tolak pengamalan hukum islam, karena
cara berfikir manusia berbeda-beda, maka satu sama lain harus saling menghargai
dan mengakui bahawa kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif.
4.
Prinsip
ta’awun (Tolong Menolong), sebagai titik tolak kehidupan selaku makhluk sosial
yang saling membutuhkan.
5.
Prinsip
silaturahmi bainanas, sebagai titik tolak bahwa sebagai individu dengan
individu lainnya akan melakukan interaksi karena manusia adalah human relation
yang secara fitrahnya silaturahmi sebagai emberio terciptanya masyarakat.
Prinsip ini disebut pula prinsip ta’aruf. (Al Hujarat Ayat 13)
6.
Prinsip
keadilan atau al mizan (keseimbangan) antara hak dan kewajiban. Sebagai titik
tolak kesadaran setiap manusia terhadap hak-hak orang lain dan kewajiban
dirinya. Jika berkewajiban melakukan sesuatu, ia berhak menerima sesuatu
keduanya harus berjalan seimbang dan didasarkan adil untuk dirinya dan orang
lain.
7.
Prinsip
kemaslahatan umum (Al Maslaha Al Ammah), yakni yang bertitik tolak dari
kaidah penyusunan argumentasi berperilaku, bahwa meninggalkan kerusakan lebih
utama dibanding mengambil manfaatnya (dar’ul mafasid muqodamun min jalbil
masholih), operasionalisasi kaidah ini berhubungan dengan kaidah yang
menyatakan bahwa kemaslahatan umum lebih didahulukan dari pada kemaslahatan
khusus (al maslahatul aammuqodamun ala maslahatil khoshah), kaidah umum
yang dijadikan titik tolak kemaslahatan dalam situasi dan kondisi tertentu
dapat berubah, sebagaiman dalam situasi emergency darurat. Kaidah kemadhoratan
berpijak pada kaidah umum, yakni kemadhoratan memeperbolehkan sesuatu yang
hukum asalnya dilarang (ad dararatu
Yuzal) dan Adh Dhararatul Tubihul Mahdurat.
M.
Nur Rianto Al Arif mengatakan bahawa tujuan yang ingin dicapai dalam sistem
ekonomi islam berdasarkan konsep dasar dalam islam, yaitu tauhid dan
berdasarkan rujukan pada Qur’an dan Sunnah
adalah; Pertama, memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat. Kedua,
memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang. Ketiga mencegah
terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi
pendapatan dan kekayaan di masayarakat. Keempat, memastikan kepada
setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral. Kelima,
Memastikan stabilitas dan perteumbuhan ekonomi.[14]
Tujuan
ekonomi adalah merupakan pokok utama dalam berniaga, Karena ekonomi islam memiliki
tujuan dunia sekaligus akhirat, tujuan ekonomi islam juga bertujuan sebgai
sebagai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan secara mendasar. Kebutuhan-kebutuhan itu
diharapakan mampu mendorong seorang muslim melakukan ibadah yang telah
diperintahkan padanya. Dimana dalam ibadah syarat sekali dengan
kebutuhan-kebutuhan duniawi, tanpa dipenuhinya kebutuhan duniawi tersebut
menyebabkan tidak sahnya ibadah. Seorang yang sholat ia membutuhkan baju untuk
sholatnya agar sholatnya sah, untuk dapat sholat ia juga harus makan agar
mendapat kekuatan untuk menjalankan ibadah sholat.
Seorang
muslim dalam kaitan melakukan aktivitas ekonomi untuk menunjang ibadah mereka,
melakukan aktivitas ekonomi adalah sebuah kewajiban. Dengan melakukan aktivitas
ekonomi berarti mereka mendapat kebutuhan yang mereka butuhkan dengan benar.
Islam mengajarkan pada pengikutnya dalam memperoleh suatu kebutuhan yang
kebutuhan tersebut adalah bagian dari hak orang lain, maka seorang muslim
tersebut harus menggunakan system ekonomi islam. menjalankan akad-akad jual
beli, dan memeperhatiakan aturan-aturan yang berlaku dalam jual beli dengan
demikian apa yang diadapat akan menadapat barakah, barakah di dunia dan
akhirat.
F.
Penutup.
Ekonomi
islam menurt terminology adalah ilmu yang mengatur tentang kebutuhan-kebutuhan
manusia, mengatur tentang cara mendapatkan kebutuhannya dengan dasar nash
Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas.
Karakteristik
ekonomi islam adalah Bangunan ekonomi islam diletakan pada lima pondasi yaitu
ketuhan (Ilahiyah), keadilan (al-Adl), kenabiyan (an Nubuwah), pemerintahan (al
Khalifah), dan hasil (al Ma’ad) atau keutungan. Kelima pondasi ini hendaknya
menjadi aspirasi dalam menyusun proposi-proposi atau teori-teori ekonomi islam.
Tujuan
ekonomi islam adalah untuk mendapat kebahagian dunia sekaligus mendapat
kebahagian akhirat. Kerana ekonomi islam
memiliki tujuan dunia sekaligus akhirat, tujuan ekonomi islam juga bertujuan
sebgai sebagai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan secara mendasar. Kebutuhan-kebutuhan
itu diharapakan mampu mendorong seorang muslim melakukan ibadah yang telah
diperintahkan padanya. Dimana dalam ibadah syarat sekali dengan
kebutuhan-kebutuhan duniawi, tanpa dipenuhinya kebutuhan duniawi tersebut
menyebabkan tidak sahnya ibadah
DAFTAR PUSTAKA
Prof.
Dr.Drs. H. Abdul Manan, S.H. S.IP, M.Hum. Hukum Ekonomi Syariah Dalam
Prespektif Kewenangan Pengadilan Agama. Kencana. Jakarta. 2014.
Komaruddin Satradipoera. Sejarah pemikiran ekonomi, suatu pengantar
teori dan kebijakan ekonomi. Kappa –Sigma.Bandung.
Dr. Ridwan. M.Ag. Hak Milik Presfektif Islam, Kapitalis dan
Sosialis. STAIN Press Purwokerto.2011
Dr.
H. Ridwan. M.Ag. Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia. STAIN Perss. Purwokerto.
2016.
Muhammad Asro dan Muhammad Kholid. Fiqih Perbangkan. Pustaka setia,
Bandung, tahun 2011.
Dr.
M. Syafii Antonio. M.Ec. Bank Syariah Dari Teori Kepraktik. Gema Insani.
Jakarta. 2010
M.
Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoritis Praktis.
Pustaka Setia. Bandung. 2012.
[1]
Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan, S.H. S.IP, M.Hum. Hukum Ekonomi Syariah Dalam
Prespektif Kewenangan Pengadilan Agama. Kencana. Jakarta. 2014. Hal 4
[2]
Komaruddin Satradipoera. Sejarah pemikiran ekonomi ( suatu pengantar teori dan
kebijakan ekonomi). Kappa –Sigma.Bandung. Hal 4
[3]
Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan……Hal 8
[4]
Ibdi Prof. Abdul Manan…. Hal 6
[5] [5]
Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan..hal 16
[6]
Dr. Ridwan. M.Ag. Hak Milik Presfektif Islam, Kapitalis dan Sosialis. STAIN
Press Purwokerto.2011. Hal 118
[7] Lihat
penjelasan Dr. M. Syafii Antonio. M.Ec. Bank Syariah Dari Teori Kepraktik. Gema
Insani. Jakarta. 2010. Hal 10-11
[8]
Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan..hal 9
[9] M.
Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoritis Praktis.
Pustaka Setia. Bandung. 2012. Hal 51-52
[10]
Ibid. Dr. Ridwan.M.Ag Hak Milik Presfektif Islam…. Hal.51
[11]
Ibid. Hal 50
[12]
Dr. H. Ridwan. M.Ag. Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia. STAIN Perss.
Purwokerto. 2016.Hal 8
[13] Muhammad
Asro dan Muhammad Kholid. Fikih Perbankkan. Pustaka setia, Bandung, tahun 2011.
Hal 35-36
[14] M.
Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah. …..Hal 17
hai, numpang promosi
BalasHapusyuuk kunjungi blog saya, saling berbagi pengetahuan ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah
https://ilmuusekolah.blogspot.com/2020/06/rukun-dan-syarat-jual-beli.html
https://ilmuusekolah.blogspot.com