KARAKTERISTIK EKONOMI ISLAM DAN TUJUANNYA




A.           Pendahuluan.
Kebutuhan dan keinginan manusia terhadap sesuatu guna menopang kebutuhan hidup dan juga keinginan manusia adalah hal yang fitrah adanya. Kebutuhan dan keinginan itu ada sejak manusia dilahirkan tanpa dapat dihindari. Manusia yang dikenal sebagai mahluk hidup yang memilki akal dan nafsu tidak dapat menafikan kebutuhan-kebutuhan dan keinginannya dalam memperoleh kebutuhannya.
Manusia sebagai makhluk yang memiliki keinginan dan kebutuhan terhadap barang-barang berharga sebagai kebutuhan primer atau skundernya memang harus memiliki cara yang mengatur perolehannya. Adanya aturan dalam memperoleh dan menjualnya bertujuan agar supaya mereka terjaga dari kerugian dan merugikan orang lain dalam berinteraksi sebagai makhluk ekonomi. Islam sebagai Agama monologi, melalui Qur’an dan Hadist menjelaskan bagaimana cara-cara memperoleh sesuatu yang diingikan bagi pengikutnya, cara-cara itu di atur dalam kitab fikih dengan tema pokok Buyu’. Dalam bab Buyu’’ dipaparkan bermacam-macam transaksi yang dapat digunakan dalam memperoleh harta-benda dan memperoleh apa yang manusia inginkan sebagai pemenuhan kebutuhan hidup.
Ekonomi islam berprinsip pada need atau kebutuhan, dan bukan pada want atau keinginan menguasai. Dalam agama islam munculnya istilah haram dan halal merupakan aturan-aturan yang harus ditaati. Halal dan haram adalah konsekuensi dari perilaku manusia sebagai penganut agama islam dalam menjalankan aktivitas ekonomi. Keduanya akan memiliki efek bagi pelakunya di dunia bahkan di akhirat. Hal ini berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, kebolehan dan tidaknya dalam bertransaksi hanya dirasa pada kehidupan dunia dan menafikan efek akhiratnya. Dari sini kita ketahui adanya perbedaan antara efek ekonomi islam dengan ekonomi yang lain. Dalam makalah ini akan dijabarkan tentang karakteristik ekonomi islam dan tujuan ekonomi islam. Dikira sangat penting membahas tentang karakteristik ekonomi islam dan tujuannya, karena pada karektristik dan tujuan inilah ekonomi islam dapat dibedakan.

B.            Ekonomo Islam.
Fenomena ekonomi islam telah menajdi perhatian bagi ilmuwan muslim pada awal abad XX, yang dimulainya pada tahun 30 an.  Salah satu penyebabnya ialah karena krisis ekonomi dunia (1930), itupun baru taraf konsepsional dan emberio dalam pengembangan aplikatif. M.A.Mannan adalah seorang pemikir dan peletak dasar ekonomi islam sebagai sebuah sistem dan juga mengembangkan sebuah pendekatan metodologis untuk ilmu ekonomi islam. Selain itu, ia juga telah mengembangkan sebuah pemikiran baru tentang ekonomi islam, baik sebagai sistem maupun disiplin ilmu pengetahuan.[1]
Dalam perkembangannya ekonomi islam menemui puncaknya apada tahun 1960, beberapa negera islam sebagaimana Pakistan dan Mesir, walau sejarah mencatat ekonomi islam tersebut harus tersandung kepentingan politik. Di Indonesia ekonomi islam berganti istilah menjadi ekonomi syariah, ekonomi syariah merupakan istilah yang muncul karena karena dorongan politik pemerintah yang mengantipasi terjadinya pecahnya persatuan Negara Indonesia karena menggunakan istilah islam. Negara indoesia merupakan Negara dengan penduduk mayoritas muslim namun bukan Negara islam yang menghargai kemajemukan warga negaranya dalam agama.
Menurut etimologi ekonomi terdiri dari dua suku kata bahasa Yunani yaitu oikos dan nomos yang berarti tata laksana rumah tangga. Sastradipoera mengatakan bahawa Ekonomi berasal dari bahasa Yunani asal kata Oikosnamos atau Oikonomia yang artinya urusan rumah tangga khususnya penyediaan dan admitrasi pendapatan.[2]
Adapun Ekonomi islam menurut terminology adalah ilmu yang mengatur tentang kebutuhan-kebutuhan manusia, mengatur tentang cara mendapatkan kebutuhannya dengan dasar nash Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas. Ia memiliki prisnsip-prinsip muamalah islam, sehingga nilai-nilai terkandung didalamnya adalah tolong-menolong bukan menzholimi. M. Arkham Khan sebagaimana di kutip oleh Abdul Manan mengatakan,[3] ekonomi islam adalah untuk mempelajari kewenangan manusia agar menjadi baik, yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan kepada kerja sama dan partisipasi.
Menurut Muhammad Abdul Manan yang dimaksud dengan ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai islam. Kursyid Ahmad Ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk memahami maslah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara rasional dalam presfektif Islam.[4]
Dalam perkembanganya ekonomi islam saat ini, bisa juga  Ekonomi islam diartikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari cara memperoleh sesuatu yang berharga dan yang dibutuhkan dengan melakukan transaksi-transaksi akad sebagaimana dalam penjelasan ilmu fikih pada bab muamalah. Akad-akad itu di kontruksikan dengan transaksi konvensional sehingga menjadi akad yang diinginkan dan sesuai dengan tujuan islam. Dimana prinsip islam dalam bertransaksi dalam muamalah adalah harus bersih dari unsur-unsur MAGRIB (Maysir, Ghoror dan Riba). Transaksi-transaksi yang didalamnya terdapat MAGRIB pasti merugikan para pihak, hal inilah yang tidak diinginkan oleh ekonomi islam.

C.           Dasar Ekonomi Islam.
Secara jelas Qur’an tidak menyebutkan istilah ekonomi atau  yang sejenisnya, Qur’an hanya menyebutkan prinsip-prisip umum dalam menjalankan ekonomi. Prinsip ekonomi yang disebutkan dalam Qur’an kemudian diformulasikan oleh para mujtahid yang kemudian menjadi akad-akad yang tujuannya adalah mempertahankan prinsip-prinsip ekonomi yang diamanatkan dalam Qur’an.
Beberapa prinsip tersebut tertuang dalam surat An Nisa ayat 29, prinsip tidak berbuat dzholim dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan dengan cara yang bathil, dan menganjurkan dalam memperoleh sesuatu itu dengan cara perniagaan yang didasari kesuka relaan tanpa paksaan.
يَاَيُّهَا الْذِيْنَ اَمَنُوا لاَتآْكُلُوْا اَمْوَلَكُمْ بَيْنَكُمْ بالْبَطِلِ اِلاَ اَنْ تَكُوْنَ تِجَرَةً عَنْ تَرَضٍ مِنْكُمْ
 Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di anatara kamu. (QS. Anisa 29).
Sebuah perniagaan tidak dapat dilaksanakan jika tanpa ada proses transaksi atau akad yang berisi tawar-menawar antara para pihak. Transaksi atau akad adalah proses tawar menawar, dengan tawar menawar semua pihak dapat diketahui kesuka relaannya. Kesuka relaan para pihak dalam transaksinya menajadikan keberkahan baginya, tanpa ada permusuhan atau merasa didzholimi salah satunya. Dengan demikian sebuah perniagaan tanpa diawali dengan akad, maka prinsip-prinsip ekonomi islam tidak tercapai.
يَاَيُّهَا الْذِيْنَ اَمَنُوا اَوْفُوْا بِالْعُقُودِ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhi akad-akad itu. (QS. Al Baqorah. 1)
Budaya ekonomi jahiliyah diakui hingga sekarang masih kita temui dimasyarakat kita. Budaya itu adalah menimbun harta dengan cara yang nakal dan merugikan orang lain. Cara-cara itu adalah meberlakukan sistem ribawi, perjudian dan monopoli, sehingga Qur’an melarangnya.
يَاَيُّهَا الْذِيْنَ اَمَنُوا لاَتآْكُلُوْ الرِّبَوا اَضْعَافًا مُضاعَفًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda. (QS Ali Imran 130).
Beberapa prinsip-prinsip ekonomi menunjukan betapa dalam ekonomi islam perniagaan tidak hanya menguntungkan satu pihak saja, tapi para pihak yang bertransaksi juga mendapat keutungan baik secara moril atau materil. Prinsip ekonomi islam dalam Qur’an di atas menunjukan untuk berbuat dzholim terhadap orang.

D.           Karakteristik Ekonomi Islam
Perbedaan sesuatu dapat dilihat jika dapat diketahui karakteristik atau ciri-ciri yang membedakannya. Untuk mengetahui perbedaan ekonomi islam dan ekonomi lainnya, rasanya perlu juga mengungkap karakteristik ekonomi islam sebagai pembeda dengan ekonomi lain. Sebagai agama, islam sejak lahirnya telah mengatur aktivitas umatnya agar mereka dapat hidup damai dan nyaman. Aturan ekonomi, politik, ketata negaraan dan lain sebagainya telah diatur oleh ajaran islam. Aturan ekonomi islam sebagaimana kita ketahui telah diatur dalam ilmu fikih.
Karakteristik ekonomi islam mengakui ada dua tujuan yang harus dicapai oleh setiap orang selaku pelaksana ekonomi yaitu tujuan hidup dunia akhirat. Dalam ekonomi islam, pelaksanaan segala bentuk aktivitas ekonomi harus mempunyai nilai ganda tersebut dan hal ini harus berimplikasi pada keseriusan berusaha karena adanya pertanggung jawab dunia dan akhirat sekaligus. Seorang pelaku ekonomi islam, baik individu maupun negara harus memiliki karakteristik time horizon agar tujuan ekonomi yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik. Tujuan ini ialah kesejahteraan dunia (profit oriented) dan kesejahteraan akhirat kelak (falah oriented).[5]
Para ahli hukum islam merumuskan nilai-nilai yang terkandung dalam aturan ekonomi islam. Ridwan  mamaparkan bahwa ekonomi islam memiliki dua sifat dasar, yakni ekonomi rabbani dan ekonomi insani. Disebut ekonomi rabbani karena syarat dengan arahan dan nilai-nila ilahiyah. Kemudian ekonomi islam disebut sebagai ekonomi insani karena sistem ekonomi ini  dilaksanakan dan ditunjukan untuk kemakmuran manusia. Lebih lanjut ia menjelaskan, umer Chapra menyebut sistem ekonomi islam dengan ekonomi tauhid. Prinsip ekonomi tauhid adalah semua faktor ekonomi termasuk diri manusia pada dasarnya adalah kepunyaan Allah dan kepadanya (kepada aturan-nya), dikembalikan segala urusan.[6]
Sifat dasar ekonomi islam di atas menurut Ridwan menunjukan bahwa seorang dalam bertransksi tidak diperkenankan hanya memikirkan keuntungan diri sendiri, ia harus menghormati nilai agama dan juga hak orang lain. Hak-hak kebendaan dan kekayaan adalah bagian dari maqosidus syar’I yakni hifdzul mal (menjaga harta), seorang tidak diperkenankan oleh syara’ untuk memperoleh harta yang bukan haknya tanpa cara-cara tertentu yang dilegalkan oleh agama syara’. Dalam hal ini Muhammad Syafii Antonio[7] menjelaskan atas pemahamannya terhadap surat al Baqorah ayat 60 yang mengajarkan pada kita dalam memperoleh makan dan minum tidak diperkenankan dengan cara membuat keruskan, Kemudian surat al Baqorah ayat 168, yang mengajarkan agar kita memakan dan minum dari sesuatu yang halal lagi baik.
Abdul Manan mengutip penjelasan Muhammad yang mengatakan, Bangunan ekonomi islam diletakan pada lima pondasi yaitu ketuhan (Ilahiyah), keadilan (al-Adl), kenabiyan (an Nubuwah), pemerintahan (al Khalifah), dan hasil (al Ma’ad) atau keutungan. Kelima pondasi ini hendaknya menjadi aspirasi dalam menyusun proposi-proposi atau teori-teori ekonomi islam.[8] 
Para proponen ekonomi islam umumnya memandang sistem ini memiliki perbedaan dengan kedua sistem besar. Perbedaan yang utama dan pertama tentu secara epistimologis adalah Pertama, ekonomi islam dipercaya sebagai bagian integral dari ajaran agama islam sehingga pemikiran ekonomi islam langsung bersumber dari Allah SWT. Kedua, ekonomi islam dilihat sebagai sistem, bukan hanya bertujuan mengatur kehidupan manusia di dunia, melainkan juga menyeimbangkan kepentingan manusia di dunia dan di akhirat. Ini membawa implikasi dari aspek normatif: apa yang baik dan buruk, apa yang harus dilakukan atau dihindari bukan semata-mata dilihat dari aspek efisiensi sebagaimana dikenal dalam ekonomi konvensional, melainkan agar tindakan dikehidupan duniawi juga menghasilkan imbalan di akhirat. Ketiga, sebagai kosekuensi dari landasan normatif sejumlah aspek positif atau teknis dalam ekonomi konvensiaonal tidak bisa diaplikasikan karena bertentangan dengan nilai-nilai yang dibenarkan dalam islam.[9]
Menurut para ahli ekonomi islam, ekonomi islam berada di antara dua madzhab besar ekonomi yang lebih dahulu lahir. Para ahli tersebut adalah Abu ‘ala Al Maududi, Yusuf Kamal, Kamil Musa dan Fazrur Rahman,[10] sebagaimana di kutip dalam buku yang disusun oleh Ridwan bahwa konsep kepemilikan dalam sistem ekonomi islam merupakan jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme yang merupakan kulminasi perjuangan hak-hak politik kewarganegaraan. Sistem ekonomi islam yang mengambil jalan tengah diantara dua ektrimitas kapitalis dan sosialis.
Sistem ekonomi islam menyediakan peluang-peluang yang sama (yaitu hak terhadap harta dan bebas berusaha) dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam distribusi kekayaan yang semata-mata bertujuan untuk memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi.[11]

E.            Tujuan Ekonomi Islam.
Mempelajari ekonomi islam berati juga harus mempelajari hukum ekonomi hukum islam, karena ekonomi islam di dalam ilmu fikih merupakan aturan-aturan yang mengatur ekonomi islam. Mempelajari ekonomi islam tanpa mempelajari hukum berekonomi maka tujuan berekonomi tidak dapat dicapai. Ridwan mengutip pendapat M. Khalid Mas’ud dalam bukunya menjelaskan, secara umum tujuan fundamental dan merupakan pesan dasar dari syariah islam adalah terealisasinya kemaslahatan kemanusian universal untuk kebahagian dunia akhirat.[12] Islam dalam mengatur umatnya memiliki lima dasar pokok yang salah satunya adalah menjaga harta benda. Sehingga dalam memperoleh harta harus mengikuti aturan-aturan yang telah diformalisasikan para ulama walau pada gilirannya akan berubah pada masa yang berbeda.
Muhammad Asro dan Muhammad Kholid, Mereka dalam bukunya menyatakan untuk mencapai keadilan dalam hukum fikih maka haruslah dilandaskan pada beberapa hal di bawah ini:[13]
1.        Prinsip tauhidullah, bahwa semua paradigma berfikir yang digunakan ajaran islam yang termuat dalam Al Qur’an dan Al Hadist, baik dalam konteks ritual maupun sosial harus bertitik tolak dari nilai-nilai ketauhidan, yakni tentang segala yang ada yang mungkin ada, bahkan yang mustahil ada di ciptakan oleh Allah SWT, Maka kata rabbul’alamin dapat dimaknakan bahwa Allah maha intelektual yang memiliki iradah atas segala sesuatu.
2.        Prinsip Insaniyah, prinsip kemanusiaan, bahwa produk akal manusia yang dijadikan rujukan dalam perilaku sosial dan sistem budaya harus bertitik tolak harus dari nilai-nilai kemanusian, memuliakan manusia dan memberikan manfaat serta menghilangakan kemadhorotan bagi manusia.
3.        Prinsip tasawuh (prinsip toleransi), sebagai titik tolak pengamalan hukum islam, karena cara berfikir manusia berbeda-beda, maka satu sama lain harus saling menghargai dan mengakui bahawa kebenaran hasil pemikiran manusia bersifat relatif.
4.        Prinsip ta’awun (Tolong Menolong), sebagai titik tolak kehidupan selaku makhluk sosial yang saling membutuhkan.
5.        Prinsip silaturahmi bainanas, sebagai titik tolak bahwa sebagai individu dengan individu lainnya akan melakukan interaksi karena manusia adalah human relation yang secara fitrahnya silaturahmi sebagai emberio terciptanya masyarakat. Prinsip ini disebut pula prinsip ta’aruf. (Al Hujarat Ayat 13)
6.        Prinsip keadilan atau al mizan (keseimbangan) antara hak dan kewajiban. Sebagai titik tolak kesadaran setiap manusia terhadap hak-hak orang lain dan kewajiban dirinya. Jika berkewajiban melakukan sesuatu, ia berhak menerima sesuatu keduanya harus berjalan seimbang dan didasarkan adil untuk dirinya dan orang lain.
7.        Prinsip kemaslahatan umum (Al Maslaha Al Ammah), yakni yang bertitik tolak dari kaidah penyusunan argumentasi berperilaku, bahwa meninggalkan kerusakan lebih utama dibanding mengambil manfaatnya (dar’ul mafasid muqodamun min jalbil masholih), operasionalisasi kaidah ini berhubungan dengan kaidah yang menyatakan bahwa kemaslahatan umum lebih didahulukan dari pada kemaslahatan khusus (al maslahatul aammuqodamun ala maslahatil khoshah), kaidah umum yang dijadikan titik tolak kemaslahatan dalam situasi dan kondisi tertentu dapat berubah, sebagaiman dalam situasi emergency darurat. Kaidah kemadhoratan berpijak pada kaidah umum, yakni kemadhoratan memeperbolehkan sesuatu yang hukum asalnya dilarang (ad dararatu  Yuzal) dan Adh Dhararatul Tubihul Mahdurat.
M. Nur Rianto Al Arif mengatakan bahawa tujuan yang ingin dicapai dalam sistem ekonomi islam berdasarkan konsep dasar dalam islam, yaitu tauhid dan berdasarkan  rujukan pada Qur’an dan Sunnah adalah; Pertama, memenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat. Kedua, memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang. Ketiga mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masayarakat. Keempat, memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral. Kelima, Memastikan stabilitas dan perteumbuhan ekonomi.[14]
Tujuan ekonomi adalah merupakan pokok utama dalam berniaga, Karena ekonomi islam memiliki tujuan dunia sekaligus akhirat, tujuan ekonomi islam juga bertujuan sebgai sebagai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan secara mendasar. Kebutuhan-kebutuhan itu diharapakan mampu mendorong seorang muslim melakukan ibadah yang telah diperintahkan padanya. Dimana dalam ibadah syarat sekali dengan kebutuhan-kebutuhan duniawi, tanpa dipenuhinya kebutuhan duniawi tersebut menyebabkan tidak sahnya ibadah. Seorang yang sholat ia membutuhkan baju untuk sholatnya agar sholatnya sah, untuk dapat sholat ia juga harus makan agar mendapat kekuatan untuk menjalankan ibadah sholat.
Seorang muslim dalam kaitan melakukan aktivitas ekonomi untuk menunjang ibadah mereka, melakukan aktivitas ekonomi adalah sebuah kewajiban. Dengan melakukan aktivitas ekonomi berarti mereka mendapat kebutuhan yang mereka butuhkan dengan benar. Islam mengajarkan pada pengikutnya dalam memperoleh suatu kebutuhan yang kebutuhan tersebut adalah bagian dari hak orang lain, maka seorang muslim tersebut harus menggunakan system ekonomi islam. menjalankan akad-akad jual beli, dan memeperhatiakan aturan-aturan yang berlaku dalam jual beli dengan demikian apa yang diadapat akan menadapat barakah, barakah di dunia dan akhirat. 

F.             Penutup.
Ekonomi islam menurt terminology adalah ilmu yang mengatur tentang kebutuhan-kebutuhan manusia, mengatur tentang cara mendapatkan kebutuhannya dengan dasar nash Qur’an, Hadist, Ijma’ dan Qiyas.
Karakteristik ekonomi islam adalah Bangunan ekonomi islam diletakan pada lima pondasi yaitu ketuhan (Ilahiyah), keadilan (al-Adl), kenabiyan (an Nubuwah), pemerintahan (al Khalifah), dan hasil (al Ma’ad) atau keutungan. Kelima pondasi ini hendaknya menjadi aspirasi dalam menyusun proposi-proposi atau teori-teori ekonomi islam.
Tujuan ekonomi islam adalah untuk mendapat kebahagian dunia sekaligus mendapat kebahagian akhirat.  Kerana ekonomi islam memiliki tujuan dunia sekaligus akhirat, tujuan ekonomi islam juga bertujuan sebgai sebagai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan secara mendasar. Kebutuhan-kebutuhan itu diharapakan mampu mendorong seorang muslim melakukan ibadah yang telah diperintahkan padanya. Dimana dalam ibadah syarat sekali dengan kebutuhan-kebutuhan duniawi, tanpa dipenuhinya kebutuhan duniawi tersebut menyebabkan tidak sahnya ibadah



DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan, S.H. S.IP, M.Hum. Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan Pengadilan Agama. Kencana. Jakarta. 2014.
Komaruddin Satradipoera. Sejarah pemikiran ekonomi, suatu pengantar teori dan kebijakan ekonomi. Kappa –Sigma.Bandung.
Dr. Ridwan. M.Ag. Hak Milik Presfektif Islam, Kapitalis dan Sosialis. STAIN Press Purwokerto.2011
Dr. H. Ridwan. M.Ag. Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia. STAIN Perss. Purwokerto. 2016.
Muhammad Asro dan Muhammad Kholid. Fiqih Perbangkan. Pustaka setia, Bandung, tahun 2011.
Dr. M. Syafii Antonio. M.Ec. Bank Syariah Dari Teori Kepraktik. Gema Insani. Jakarta. 2010
M. Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoritis Praktis. Pustaka Setia. Bandung. 2012.


[1] Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan, S.H. S.IP, M.Hum. Hukum Ekonomi Syariah Dalam Prespektif Kewenangan Pengadilan Agama. Kencana. Jakarta. 2014. Hal 4
[2] Komaruddin Satradipoera. Sejarah pemikiran ekonomi ( suatu pengantar teori dan kebijakan ekonomi). Kappa –Sigma.Bandung. Hal 4
[3] Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan……Hal 8
[4] Ibdi Prof. Abdul Manan…. Hal 6
[5] [5] Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan..hal 16
[6] Dr. Ridwan. M.Ag. Hak Milik Presfektif Islam, Kapitalis dan Sosialis. STAIN Press Purwokerto.2011. Hal 118
[7] Lihat penjelasan Dr. M. Syafii Antonio. M.Ec. Bank Syariah Dari Teori Kepraktik. Gema Insani. Jakarta. 2010. Hal 10-11
[8] Prof. Dr.Drs. H. Abdul Manan..hal 9
[9] M. Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah. Suatu Kajian Teoritis Praktis. Pustaka Setia. Bandung. 2012. Hal 51-52
[10] Ibid. Dr. Ridwan.M.Ag Hak Milik Presfektif Islam…. Hal.51
[11] Ibid. Hal 50
[12] Dr. H. Ridwan. M.Ag. Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia. STAIN Perss. Purwokerto. 2016.Hal 8
[13] Muhammad Asro dan Muhammad Kholid. Fikih Perbankkan. Pustaka setia, Bandung, tahun 2011. Hal 35-36
[14] M. Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah. …..Hal 17

Komentar

  1. hai, numpang promosi
    yuuk kunjungi blog saya, saling berbagi pengetahuan ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah
    https://ilmuusekolah.blogspot.com/2020/06/rukun-dan-syarat-jual-beli.html
    https://ilmuusekolah.blogspot.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

METODOLOGI DAN PENDEKATAN STUDY ISLAM ERA KLASIK DAN MODERN