SEKTOR-SEKTOR
MAKRO DALAM EKONOMI
(Persfektif Kebijakan Ekonomi Pemerintah Islam Klasik)
Sebagaimana dipaparkan Minarni dalam bukunya, bahwa
ekonomi makro mengkaji perekonomian pada tingkat negara untuk menjelaskan
jumlah agregat dan interaksi top down-nya, yang mana menggunakan bentuk
sederhana dari teori keseimbangan umum. Beberapa contoh dari jumlah agregat ini
meliputi, pendapatan nasional, produkdi nasional, inflasi harga dan sub agregat
seperti total konsumsi, pengeluaran investasi beserta komponennya dan
mempelajari dari dampak kebijakan moneter dan fiskal.[1] Ekonomi
makro memandang ada beberapa sektor pendapatan nasional dan pengeluaran
nasioanal, dimana pendapatan dan pengeluaran tersebut menjadi sesuatu yang tidak dapat
dinafikan dalam pembangunan sebuah negara dan aktivitas perekonomian sebuah
negara pada layaknya. Beberapa sektor pendapatan negara tersebut tentu memiliki
keterkaitan (variabel) satu sama lainya, keterkaitan tersebut adalah
keterkaitan pendapatan dan pengeluaran atau hubungan produksi dan konsumsi yang
berkelanjutan.
Pada makalah ini penulis mencoba untuk memaparkan
sektor-sektor ekonomi makro dalam pandangan ekonomi Islam dan berdasar
kebijakan pemerintah Islam klasik. Diakui tidak banyak perbedaan antara sektor
makro Islam dan sektor makro konvensional. Hal ini karena hampir tidak ada
perbedaan dalam hal pendapatan dan pengeluaran antara negara Islam dan negara
non Islam.
A. Bentuk Kebijakan Makroekonomi.
Dalam lingkup yang lebih luas, peran pemerintah dalam
mengatur ekonomi dan melakukan kebijakan ekonomi memiliki dua instrumen
kebijakan, Dominick Salvatore sebagaimana dikutip oleh Vinna Sri Yuniarti
memetakan kebijakan tersebut pada tiga bentuk kebijakan. Tiga bentuk kebijakan
tersebut adalah:[2]
1.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan
fiskal meliputi langkah pemerintah membuat perubahan dalam bidang perpajakan
dan pengeluaran untuk mempengaruhi pengeluaran agregat dalam perekonomian.
Lebih lanjut, melalui kebijakan fiskal pengeluaran agregat dapat ditambah, dan
melalui langkah ini akan menaikan pendapatan nasional dan tingkat penggunaan
tenaga kerja. Pada bidang perpajakan, langkah yang perlu dilaksanakan adalah
mengurangi pajak pendapatan. Hal ini akan menambah masyarakat untuk membeli
barang dan jasa serta meningkatkan pengeluaran agregat. Pengeluaran Agregat
dapat lebih ditingkatkan lagi dengan cara menaikan pengeluaran pemerintah untuk
memebeli barang dan jasa yang diperlukan ataupun untuk menambah investasi
pemerintah.
2.
Kebijakan moneter.
Kebijakan
moneter meliputi langkah pemerintah yang dilaksnakan oleh bank sentral (di
Indonesia bank sentral adalah bank indonesia) untuk mempengaruhi (mengubah)
penawaran pada uang dalam perekonomian atau mengubah suku bunga, untuk memenuhi
pengeluaran agregat.
Menurut
Tulus Tambunan (1996), kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:[3]
Pertama, Kebijakan moneter kuantitatif, kebijakan moneter
kuantitatif biasanya berupa campur tangan bank sentral secara langsung terhadap
kebijakan perbankan. Maksudnya, bank Indonesia berperan sebagai regulasi dan
bertindak secara aktif dalam kegiatan pasar uang. Beberapa instrumen yang termasuk dalam kebijakan moneter
kuantitatif, yaitu dengan cara (a), Oprasi pasar terbuka yang berfungsi mengendalikan
uang yang beredar dengan menjual dan membeli surat berharga pemerintah dan
sebaliknya untuk mengurangi jumlah uang yang beredar pemerintah akan menjual
surat berharga pemerintah kepada masyarakat. (b), Fasilitas diskonto, adalah
pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral
pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekuranan uang sehingga harus
menjamin ke bank sentral. Untuk menaikan jumlah uang, ,menurunkan tingkat bunga
bank sentral, serta sebaliknya menaikan tingkat bunga untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar. (c), Rasio cadangan wajib, Rasioa cadangan wajib adalah
mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan
perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.
Kedua, Kebijakan moneter kualitatif, kebijakan moneter kualitatif
biasanya berupa pengawasan dan imbauan bank sentral pada kegiatan perbankan,
kebijakan moneter kualitatif ini mencakup; (a) pengawasan pinjaman secara
selektif (kredit selektif), yaitu kebijakan yang digunakan untuk mengendalikan
dan mengawasi corak pinjaman dan investasi yang dilakukan bank-bank. (b) Imbauan
moral adalah kebijakan moneter yang mengatur jumlah uang beredar dengan jalan
mengimbau kepada pelaku ekonomi, semisal mengimbau perbankan pemberi kredit
untuk hati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengeurangi jumlah uang beredar
dan mengimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak
jumlah uang berdar pada perekonomian.
3.
Kebijakan segi penawaran.[4]
Kebijakan
fiskal dan moneter dapat dipandang sebagai kebijakan dari pemintaan. Disamping
melalui permintaan, kegiatan perekonomian negara dapat pula dipengaruhi melalui
penawaran. Kebijakan dari segi penawaran bertujuan mempertinggi efisiensi
kegiatan perusahaan sehingga dapat menawarkan barang-barangnya dengan harga yang
lebih murah atau dengan mutu yang lebih baik.
Salah
satu kebijakan segi penawaran adalah kebijakan pendapatan (incomes Policy),
Yaitu mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan pekerja. Tujuan ini
dilaksanakan dengan cara mencegah kenaikan pendapatan yang berlebih. Pemerintah
melarang tuntunan kenaikan upah yang melebihi kenaikan produktivitas pekerja.
Kenaikan itu akan menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan.
Semenjak awal Islam mengakui posisi pemerintah dalam
penglolahan ekonomi. Pada setiap masyarakat yang terorganisasi, terdapat
penguasa/otoritas untuk mengawasi mengkondisikan perekonomian dan memberi arah baginya untuk
bergerak. Pemerintah dituntut untuk membiyai pengeluaran-pengeluaran tententu
sebagaimana ditetapkan oleh syariah. Dalam lingkungan ekonomi yang lebih
komplek dewasa ini, tugas utama pemerintah adalah memenuhi kebutuhan kebutuhan
publik tertentu, dan untuk ini pemerintah dituntut untuk menjamin kelancaran kegiatan-kegiatan
ekonomi.Prinsip ini dapat didedukasikan dari syariah, dalam kaitanya dengan
kebutuhan –kebutuhan pada waktu dan tempat tertentu.[5]
B. Sektor-Sektor Ekonomi Makro.
Ukuran perkembangan perekonomian dari satu periode
kepriode lainya dalam suatu negara biasanya menggunakan variabel pendapatan
nasional negera tersebut. Oleh karena itu, variabel pendapatan nasioanal
merupakan variabel pokok yang dibahas dalam teori ekonomi Makro. Besar keciknya
nilai variabel pendapatan nasioanal suatu negara bergantung dari banyak
variabel yang membentuk variabel pendapatan nasional tersebut. Namun untuk
mempermudah dalam menganalisis pendapatan nasional suatu perekonomian biasanya,
kegiatan ekonomi suatu negara dikelompokan menjadi empat sektor ekonomi, yaitu
sektor rumah tangga, sektor perusahaan sektor pemerintah dan sektor luar
negeri.[6]
Dalam beberapa leteratur, sektor-sektor ekonomi
dijelaskan memiliki tiga jesnis istilah yakni;
Pertama, Perekonomian dua
sektor (Perekonomian Sederhana). Pada pada perekonomian yang sangat sederhana
(perekonomian dua sektor), kegiatan ekonomi suatu negera yang hanya dilakukan
oleh sektor Rumah tangga dan sektor perusahaan. Sektor rumah tangga menyerahkan
faktor-faktor produksi yang dimiliki kepada perusahaan, (misalnya berupa tanah,
modal, tenaga dan keahlian) dan sebagai imbalan dari perusahaan adalah
pendapatan bagi rumah tangga (yaitu
berupa sewa, bunga, upah dan keuntungan). Kemudian pendapatan tersebut oleh
rumah tangga dibelanjakan lagi pada perusahaan untuk membeli barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor
perusahaan untuk keperluan hidup anggota rumah tangga.[7]
Dalam perekonomian, pendapatan rumah tangga merupakan
sisi pendapatan, sedang pengeluaran konsumsi merupakan pengeluaran.
Keseimbangan ekonomi tercapai apabila sisi pendapatan sama dengan sisi
pengeluaran. Apabila pendapatan rumah tangga
diberi simbol Y dan sisi pengeluaran diberi simbol E, sedangkan pengeluaran konsumsi
diberi simbol C maka keseimbangan dalam perekonomian terjadi apabila:
Y=E
Karena E=C, Maka
Y=C[8]
Pandangan para pakar ekonomi Islam, ekonomi rumah tangga
merupakan bagian bagi sistem pereokonomian Islam bagi negara, dimana
perekonomian rumah tangga dijalankan atas dasar nilai-nilai ekonomi Islam dan sistem
ekonomi negara. Husain Syahata[9]
mengungkapkan bahwa tujuan utama sistem perekonomian rumah tangga muslim adalah
menerapkan aturan-aturan transaksi agar agar dapat mewujudkan kebutuhan
sipiritual dan material bagi para
anggota rumah tangga.
Kedua, Perekonomian dengan kebijakan fiskal (Perokonomian tiga
sektor), Perekonomian dengan kebijakan fiskal adalah perokonomian yang
dilakukan atas dasar tiga pelaku utama dalam aktivitas perekonomian nasional,
tiga sektor tersebut adalah, sektor rumah tangga, sektor perusahaan dan sektor
pemerintah. Dalam perekonomian ini ada campur tangan pemerintah dalam hal
pengeluaran konsumsi pemerintah.
Dengan adanya campur tangan pemerintah melalui
pengeluaran konsumsinya, sisi pengeluaran dalam perekonomian terdiri dari
pengeluaran rumah tangga, pengeluaran perusahaan dan dari pengeluaran dari
sektor pemerintah. Kemudian pada sisi pendapatan menggambarkan pendistribusian
pendapatan oleh rumahtangga untuk pengeluaran konsumsi, pengeluaran untuk
membayar pajak kepada sektor pemerintah, dan sisanya ditabung. Apabila
pemerintah memberikan subsidi atau tunjangan lainya kepada sektor ruumah tangga,
maka subsidi atau tunjangan lainnya ini ditambahkan pada masyarakat. Atau
dengan kata lain, pendapatan masyarakat akan beratambah apabila terdapat
subsidi atau tunjangan lainya yang diberikan oleh sektor pemerintah.[10]
Pada sisi pengeluaran yang berasal dari sektor rumah tangga
adalah berupa pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), pengeluaran perusahaan
(I), dan pengeluaran dari sektor pemerintah adalah pengeluaran pemerintah (G). Dengan
demikian, seluruh pengeluaran yang dalam perekonomian tiga sektor merupakan
penjumlahan dari semua pengeluaran dari sektor rumah tangga, pengeluaran dari
sektor perusahaan, dan pengeluaran dari sektor pemerintah, atau secara
sistematis dapat ditulis sebagai berikut.
E=C+I+G
Kemudian untuk sisi pendapatan, pendapatan masyarakat
didistribusikan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga (C), untuk membayar
pajak (Tx) dan sisanya untuk tabungan (S), apabila pemerintah memberikan
subsidi atau tunjangan lainya (tranfer payment Tr) kepada sektor rumah tangga,
hal ini akan menambah pendapatan masyarakat, dengan demikian pada sisi
pendapatan (Y) dapat ditulis secara matematis sebagai berikut
Y=C+Tx + S-Tr
Pendapatan akan berada pada kondisi keseimbangan apabila
pendapatan yang diperoleh masyarakat sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan
oleh masyarakat dalam perekonomian tersebut, atau secara matematik dapat
ditulis sebagai berikut.[11]
Y=E
Ketiga, Perekonomian Terbuka (Perekonomian empat sektor), Di
dalam perekonomian ini terdapat empat sektor pelaku utama, yakni sektor rumah tangga,
sektor perusahaan sektor pemerintah dan sektor luar negeri. Hal ini terjadi
karena hampir setiap negara didunia mengadakan hubungan/transaksi dengan luar
negeri. Terjadinya hubungan dengan negara luar negeri ini akibat dari
perekonomian tersebut tidak mampu mencukupi kebutuhan ekonomi dengan
mengandalkan hanya dari sumber ekonomi yang dimiliki. Untuk menentukan besarnya
pendapatan nasional pada perekonomian terbuka ini sama halnya dengan menghitung
pendapatan nasional pada perekonomian yang dibahas sebelumnya, yaitu dengan
menjumlahkan pengeluaran dari sektor-sektor ekonomi. Pengeluaran sektor luar
negeri ini berupa ekspor (X) dan Import (M) dan selisih antara nilai ekspor
dengan nilai import (X-M) disebut Netto.[12]
Besar kecilnya permintaan jasa dan barang pada saat suatu
negara pengimpor adalah tergantung pada besar kecilnya permintaan baang dan jasa dari penduduk negara
pengimpor. Begitu juga besar kecilnya jumlah ekspor juga ditentukan pada
permintaan terhadap barang dan jasa oleh penduduk suatu negara yang impor.
Dalam kegiatan ekonomi dewasa ini, hubungan dengan
masyarakat luar negeri merupakan hal tidak mustahil lagi, terlebih kemajuan
tegnologi yang dapat mengantarkan manusia ekonomi melakukan aktivitas ekonomi
dengan jarak yang relatif jauh. Dewasa ini aktivitas ekonomi lintas negara
tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan juga perusaan besar saja, namun juga
telah dilakukan oleh usaha rumahan.
C. Peran Pemerintah Dalam Perekenomian Menurut Ulama
Ibnu Khaldun berpendapat bawhawa negara merupakan pasar
yang paling besar, ibu semua pasar, dasar semua perdagangan, subtansi semua
pemasukan dan pengeluaran. Lebih lengkapnya beliau menyatakan “negara, seperti
yang telah kita ketakan, adalah paling besar, ibu semua pasar, dasar semua
perdagangan, subtansi dari pemasukan dan pengeluaran. Apabilah bisnis
pemerintah merosot dan volume perdagangan kecil, secara alami pasar yang
tergantung akan menunjukan simptom yang lama dan lebih hebat lagi. Selanjutnya,
uang selalu beredar di antara raja dan rakyatnya. Oleh karena itu, apabila raja
menyimpan atau menahan uangnya, maka kerugian akan menimpa rakyat. Sunah Allah
berlaku atas hamba-hambanya.[13]
Lebih lanjut Ibnu Khaldun mewajibkan pemerintah untuk menyediakan fasilitas dan
tunjangan yang dapat mendukung aktivitas ekonomi. Menrutnya ada beberapa alat
yang dapat mengantarkan ke kesejahteraan bersama dalam ber negara, alat itu
pencapai kesejahteraan itu adalah Masyarakat, Pemerintah dan Keadilan.
Menurut Imam Yayah bin Umar sebagai mana dikutif Nurul
Huda, bahwa pemerintah berhak melakukan intervensi pasar ketika terjadi
kesewenang-wenangan dalam pasar yang dapat menimbulkan kemudaratan bagi
masyarakat. dalam hal ini pemerintah berhak mengeluarkan pelaku tindakan itu dari
pasar. Hukuman ini berarti melarang pelaku melakukan aktivitas ekonominya di
pasar, dan bukan merupakan hukum maliyah.
Imam Abu Yusuf berpendapat[14],
bahwa negara bertanggung jawab untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan
pokok bagi rakyatnya, sekalipun mereka adalah penjahat yang berada dalam tahan
penjara. Hal ini dapat dilihat dari surat yang menjawab pertanyaan khalifah
Harun Al Rasyid tentang keharusan menyediakan makanan bagi penjahat yang sedang
dipenjara. Abu Yuyuf dalam suratnya mengatakan.
“ Orang-orang seperti ini, jika mereka tidak memiliki
bekal dari hartanya unuk dimakan, dapat diberi makan dari baitul mal atau Zakat”
Tidak jauh berbeda dengan pendapat tiga ulam di
sebelumnya, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa peran pemerintah dalam perekonomian
adalah[15] :
(a) Mengehilangkan kemiskinan, menurut ibnu Taimiyah, seseorang harus hidup
sejahtera dan tidak tergantung pada orang lain, sehingga mereka mampu memenuhi,
sejumlah kewajiban dan keharuasan agamanya. Menjadi kewajiban sebuah negara
untuk membantu warga negara mampu mencapai kondisi finansial yang lebih baik.
Beliau meyatakan “merupakan sebuah konsensus umum bahwa siapapun yang tidak mampu
memperoleh penghasilan yang mencukupi harus dibantu dengan sejumlah uang, agar
mampu memnuhi kebutuhanya sendiri”. (b) Regulasi harga, menurut ibnu taimiyah,
pemerintah memiliki otoritas penuh untuk menetapkan harga, mana kala didapati
adanya ketidak sempurnaan pasar yang menggangu jalanya perekonomian negara.
Tetapi hal ini tidak berlaku apabila hal ini disebabkan oleh hal yang bersifat
alamiah, bukan karena oknum tertentu. (c) Menetapkan kebijakan moneter, menurut
ibnu Taimiyah sanga jelas menyatakan pentingnya kebijakan moneter bagi
stabilitas ekonomi. Uang harus dinilia sebagai pengukur harga dan alat
pertukanran. Setiap penilaian yang merusak fungsi-fungsi uang akan berakibat
buruk bagi perekonomian negra. (d) Perencanaan ekonomi, menurut salah satu
pemikiran penting Ibnu Taimiyah adalah terkait dengan industri pertanian,
pemintalan, dan sebagainya. Apabila masyarakat secara sukarela gagal memenuhi
kebutuhan terkait dengan industri-industri di atas, maka negara harus mengambil
alih tugas tersebut untuk mengatur kebutuhan suplay yang layak. Hal ini hanya
bisa dilakukan apabila negara memiliki perencanaan ekonomi yang memadai. Salah
satu cara untuk memastikan tercapainya tujuan dalam perencanaan ekonomi, perlu
dibentuk suatu lembaga pengawasan yang dikenal sebagai lembaga hisbah.
D.
Kesimpulan.
Telah diketahui bersama bentuk kebijakan ekonomi
pemerintah meliputi kebijakan Fiskal, Moneter dan Penawaran. Dalam aktivitas
ekonomi dikenal istilah sektor makro ekonomi, dimana sektor makro ekonomi memiliki keterkaitan hubungan, sektor
tersebut kemudian disebut dengan istilah Sektor sederhana, Sektor kebijakan
fiskal dan Sektor perekonomian terbuka.
1.
Sektor sederhana dilakukan oleh rumah tangga dan perusahaan,
dimana rumah tangga memproduksi sesuatu yang dimilikinya untuk dijual dan
mendapatkan dana dan setelah mendapat dana sektor rumah tangga akan
membelanjakanya keperusaha’an.
2.
Sektor kebijakan fiskal, dilakukan oleh 3 pelaku utama, tiga
sektor tersebut adalah, sektor rumah tangga, sektor perusahaan dan sektor
pemerintah, dimana seluruh pengeluaran yang dalam perekonomian tiga sektor,
merupakan penjumlahan dari semua pengeluaran dari sektor rumah tangga,
pengeluaran dari sektor perusahaan, dan pengeluaran dari sektor pemerintah
3.
Perekonomian Terbuka (Perekonomian empat sektor), Di
dalam perekonomian ini terdapat empat sektor pelaku utama, yakni sektor rumah tangga,
sektor perusahaan sektor pemerintah dan sektor luar negeri.
Negara memiliki kewajiban dalam upaya mensejahterahkan rakyat
dan mengatur lalulintas ekonomi bagi rakyatnya. Dimana upaya-upaya pemerintah
dalam mensejahterakan rakyat harus berdasar kemaslahatan yang umum. Artinya
pemerintah tidak hanya mengatur jalanya ekonomi melaului regulasi saja tapi
juga pemerintah memiki kewajiban untuk memberikan kenyaman dan keamanan
berekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Eko Suprayitno, Ekonomi
Islam Pendekatan Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta, Graha Ilmu,
Tahun 2005).
Minarni, Falsifikasi Kebijakan Fiskal Di Indonesia
menurut Islam (Yogyakarta, Graha Ilmu, Tahun 2015)
Nurul Huda Dkk., Keuangan publik Islam pendekatan
teoritis dan sejarah, (Jakarta, Kencana, Tahun. 2016)
Vina Sri Yuniarti,
Ekonomi Makro Syariah, (Bandung, Pustaka Setia, Tahun 2016),
[1]
Minarni, Falsifikasi Kebijakan Fiskal Di Indonesia menurut Islam
(Yogyakarta, Graha Ilmu, Tahun 2015) hal
53-54
[2]
Vina Sri Yuniarti, Ekonomi Makro Syariah, (Bandung,
Pustaka Setia, Tahun 2016), Hal. 75
[3]
Ibid. Vina Sri Yuniarti, Ekonomi Makro Syariah
..............Hal76-77
[4]
Ibid. Vina Sri Yuniarti, Ekonomi Makro Syariah...................Hal 77
[5]
Eko Suprayitno, Ekonomi Islam Pendekatan Makro Islam dan Konvensional, (Yogyakarta,
Graha Ilmu, Tahun 2005). Hal. 13
[6]
Ibid. Eko Suprayitno, ............ .........Hal 49
[7]
Ibid. Eko
Suprayitno................Hal. 50
[8] Ibid.
[9] Husain Syahata, Ekonomi Rumah Tangga
Muslim (Jakarta, Gema Insani, Tahun 2004). Hal 48
[10]
Ibid. Eko
Suprayitno................Hal. 71
[12]
Ibid. Eko
Suprayitno................Hal. 79
[13]
Nurul Huda Dkk., Keuangan publik Islam
pendekatan teoritis dan sejarah, (Jakarta, Kencana, Tahun. 2016). Hal. 7
[14] Ibid. Hal 5
[15] Ibid Hal 6-7
Komentar
Posting Komentar