DUA WAJAH SI PEMEGANG TAHTA

AGUS SALIM
Sedikit tergelitik saat melihat kebaikan menjadi tren penguasa di era yang aburadul seperti ini. Ada apa sebabnya para pemimpin di negeri ini konsisten terhadap pembelaan rakyat yang semakin hari semakin melarat. Ironi, rakayat  lebih asik masuk dengan gaya kepemimpinan pemimpin dari pada pola pengentasan masalah-masalah di Negeri ini. alih-alih mensejahterakan rakyat Indonesia, malah membebani dengan masalah  yang lebih berat lainnya.
Produk hukum menjadi kajian utama dalam adu jotos kekuasaan untuk menggulingkan lawan politiknya. Ribuan kali berlari mencari keadilan karena merasa haknya dirasa saling dirampok. Saya bertanya, Sebetulnya hal ini bentuk melek hukum atau pelecehan hukum di negeri ini? Pakemnya semua orang di era refomasi ini menjujung nilai-nilai demokrasi tanpa batas, sehingga sulit memahami apa makna demokrasi walau ribuan kali di seminarkan dan kulilahkan.
Satu hal yang perlu dicermati, kebebasan bermedia sosial dan juranalis gadungan menjadikan demokrasi di Indonesia menjadi tak wajar. Media cetak dan media elektronik telah banyak membuka ruang  untuk menerima uang kampanye, ditamba lembaga surve yang tak lagi obyektif dalam membangun asumsi publik masyarakat umum menyebabkan banyak hal menjadi keluar dari etika-etika bernegara di Indonesia ini. masyarakat Indonesia  yang seharusnya berbudi santun dan menjunjung nilai-nilai budaya nenek moyang negara ini berupa musyawarah dan mufakat, kini saling berkhianat walau sudah ‘disunat’ dan menjabat.
Sering kali pemimpin di Negeri ini amnesia tentang apa yang baru dikatakannya. Dulu mencela, setelah dijadikan wakil ganti memuja, dan sebaliknya, dulu memuja, setelah mendapatkan tahta ganti mencela. Heranya keduanya diapresiasi rakyatnya, tak sedikit dari rakayat sekedar selfi atau  atau menyumbang kampanyenya. Sisi lain yang agak berbeda, pemimpin partai berusaha mengacau politik moral yang lagi tren ini dengan ‘memperkosa’ hukum, sehingga hukum yang tidak semestinya menjadi cambuk untuk meruntuhkan lawan politiknya.
Harus diingat sejarah telah mengukir ribuan kehancuran manusia karena ada dari mereka yang munafik  di dalam kelompoknya. Kemunafikan atau kita kenal dengan berwajah dua ini mempengaruhi kemajuan individu seseorang dan negaranya, bahkan lebih bahaya dari kejahatan fisik yang dilakukan pemeberontak suatu negara.
            Teori hidup, secara manusiawi, setiap orang yang melakukan sesuatu pasti punya orientasi ingin diakui orang lain, dan jika tidak diakui orang lain, maka menginginkan yang lain. Warisan keluhuran budi pekerti baik Nabi telah habis diwariskan kepada pemimpin pendahulu  kita. Wajar jika asumsi bebas saya mengatakan lain pada apa yang dilakukan pemimpin-pemimpin saat ini. Jika anda bersedia, maka berhati-hati dengan wajah dua para pemegang tahta saat ini, demikian agar tidak muda di adu domba karena kekaguman anda pada setiap pemimpin yang anda puja-puja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

SEBAIK-BAIK TEMAN ADALA HUKAMA DAN ULAMA

METODOLOGI DAN PENDEKATAN STUDY ISLAM ERA KLASIK DAN MODERN