Tranformasi Kejahatan Orde Baru
AGUS SALIM
Tidak dapat dipungkiri, pergantian tangan kekuasaan membawa damapak
perubahan masalah baru yang lebih rumit untuk diselesaikan. Dengan bergulirnya
masa, manusia semakin pintar memanupulasi kejujuran ilmunya, hal ini berdampak
pada individu-individu manusia itu sendiri. Setiap individu mempunyai hak dan
kewajiban yang sama di mata hukum, namun menjadi tidak sama karena pengetahuan dan
kekuasaan yang dimilikinya. Lebih lanjut pelanggaran hukum yang deliknya sama
akan menjadi berbeda justisnya jika berbeda pula pengetahuan dan kekuasan yang
dimiliki subyek tertentu. Lalu di mana esensi dari bunyi Pancasila silah ke 2
dan 5 yang mengatakan “Kemanusian Yang Adil dan Berdab dan Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indosnesia” dan apa arti equality before the
law yang jelas-jelas menjadi
modal (prinsip) utama untuk negara hukum seperti indonesia.
Kepala kita mungkin masi sangat segar mengingat kejahatan-kejahatan
yang dilakukan oleh penguasa orde baru. Dimasanya semua rakyat di Negeri ini
merasakan tidak adanya kesejahteraan dan kenyamanan dalam bernegara, kerena
beberapa hak kita sebagai warga negara tidak dapat kita nikmati. Kebebasan
bersuara menjadi bisu karena dianggap dapat menruntuhkan kekuasaan penguasa
saat itu, sementara utang negara semakin bertambah, dan
pada titik akhirnya terjadi awal krisi moneter pada tahun 1997an,
semangat reformasi diusung sana-sini, Namun perlu diingat, ternyata reformasi
pun tidak dapat menjadi awal manis kehidupan benegara pada era selanjutnya.
Setidaknya dapat kita petakan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan
oleh pemerintah orde baru. Kejahatan-kejahatan pada masa orde baru serbatas
penguasa saat itu saja, namun dimasa selanjutnya kejahatan terhadap Negara
dilakukan oleh penguasa, kelopok elit samapi dengan rakyat kecil. Kejahatan
Korupsi hanya dilakukan oleh penguasa, dimana utang pribadi konon menjadi utang
negara. Namun sekarang bentuk kejahatan pun berbeda,
istilah utang tidak ada, tapi suap
merajalela. Jika dulu penguasa korupsi untuk memperkaya diri dan banyak
membangun pasilitas umum, maka sekarang
sudah berbeda pula, individu elit sekarang melakukan korupsi bukan hanya untuk
memperkaya diri, akan tetapi
juga memenuhi birahi. Tranformasi kejahatan seperti ini akan selalu berubah
sesuai pergantian tangan penguasa.
Jadi sulit kiranya kita mewujudkan sebuah perubahan, sedangkan
kejahatan terus bermetamorposis setiap masanya. Alih-alih mewujudkan keadilan
dan kejahteraan menjadi dilema yang sangat besar, sebab keadilan dan
kejahteraan seperti Fatamorgana untuk setiap generasi selanjutnya. Kendatipun
demikian harus diusahakan untuk mencapai keadilan, kejahteraan dan kemakmuran
bersama sebagiaman cita-cita Negara yang
dimuat dalam pancasila.
Dalam hal ini perlunya pembatasan kekayaan setiap elit pejabat
negara, baik eksekutif, legeslatif dan yudikatif. Dimana diharapkan dengan pembatasan
kekayaan yang selalu dipantau oleh badan khusus yang dibentuk oleh Negara,
badan khusus tersebut menjadi tembok kuat untuk tindak kejahatan korupsi para
kelompok elit, dengan demikian mungkin negara ini terhindar dari kejahatan
korupsi yang dewasa ini digunakan untuk memperkaya diri dan memenuhi birahi.
Oleh:
Agus Salim
Banyumas,
08-05-2014
Komentar
Posting Komentar