ISLAM NORMATIF, HISTORIS
Mempelajari agama Islam dengan segala pranatanya adalah
keharusan yang tak dapat ditawar lagi. Melihat dari perkembangan agama Islam
dengan corak pemikirannya dan varian golongannya adalah hal yang sangat wajar
bahwa Islam dapat diamati dari berbagai sudut pandang. Fenomena yang saat ini
muncul di negeri ini adalah bagian fenomena yang tidak lepas dari pemahaman
teks oleh suatu golongan terhadap kejadian akhir-akhir ini.
Sebuah kelompok mati-matian membela pandangannya tentang isu
penistaan Qur'an. Menganggap bahwa tidak ada lagi kompromi terhadap penistanya.
Kesan terburu-buru dan juga arogansi pun muncul. Yang menyedihkan segala yang
berbau panji penista agama dibuli habis-habisan. Seperti tak mengenal lagi
dirinya jika ia dalam posisi yang sama.
Cara pandang yang berbeda memahami agama Islam adalah
kemungkinan besar munculnya fenomena isu penistaan Quran dan agama. Banyak
orang muslim yang menganggap bahwa cukuplah menyerahkan urusan hukum penista
Quran pada penegak hukum. Namun tidak bagi sebuh kelompok yang sangat bernafsu
untuk segera memenjarakan penista Quran dan agama.
Bagi mereka orang muslim yang tidak punya kepentingan
berpendapat bahwa penista Quran dan agama harus dihukum dan diproses, akan
menyerahkan urusan hukum penista Quran pada penegak hukum yang berjalan. Tapi
entah mengapa kelompok yang lain setelah dipenuhi permintaan proses hukumnya
terlihat lebih tendensius untuk memenjarakannya.
Fakta-fakta di atas mengingatkan saya pada teori Amin
Abdullah dalam bukunya Studi Agama Normativitas atau Historisitas, dalam buku
tersebut ia membagi islam dalam dua bagian. Yakni Islam Normatif dan Islam
Historis. Menurutnya Islam historis adalah Islam yang memegang tegu pemhaman
Quran sebagai norma yang kebenarannya absolut, menjadikan Quran sebagai
landasan ibadah satu-satunya dan membenakan pemhaman terhadap teks Quran.
Sementara yang kedua adalah Islam Historis, Islam yang berpegang teguh kepada
Quran, Hadits dan sumber lainya sebagai pendukung pemahaman atas teks Quran
sebagai pedoman utama, namun juga menghormati sejara Islam dalam menetapkan
hukum yang berlandaskan kemaslahatan.
Islam normatif biasanya lebih dianggap radikal karena ia
memaksakan diri untuk menbenarkan pemahaman quran sebagai kebanaran yang
mutlak. Makna qisos dalam quran akan difahami sebagai hukum yang benar dari
tuhan dan hukum-hukum jinayat dalam quran sudah sepatutnya dijalnkan dimana
mereka berada karena menganggap itu mutlak benar dan harus di terapkan.
Islam historis, lebih longgar karena pemhaman terhadap quran
harus didukung terhadap pemahaman sejarah hukum, dan lebih mengutamakan
kemaslahatan umum. Kendatipun demikian bukan tak menganggap penting Isi Quran,
terlebih penting adalah mereka akan mengkaji sikap para pemangku kepentingan
umat dalam era-era sahabat tabiin dan para ulama Madzhabnya.
Lebih menarik, dalam islam Historis memandang kebenaran
tidak hanya dari satu sudut pandang. Ia akan mempertimbangkan kemaslahatan dan
kemadorotan untuk mendasari keputusan duniawinya.
Islam Normatif lebih sensitif terhadap sesuatu yang tidak
ada dalam Quran, bahkan mengkafirkan perilaku ibadah muslim yang tidak sesuai
dengannya. Sensitif terhadap perkembangan zaman dan perubahan yang berbau
barat. Hal ini tidak di miliki oleh Islam Historis. Mengakui kebanaran darimana
pun kebenaran itu bersumber dan meski bersumber dari barat.
Refleksi
Pemahaman
Islam sebagaimana kita fahami bersama harus dikenal dan
difahami secara kaffah. Antara Iman dan Ihsan harus bersama-sama difahami
secara kaffah pula. Perkembangab zaman dengan tantangan yang tidak ringan lagi,
menuntut pemahaman Islam seseorang harus kaffah.
Memaknai jihad dan juga perjuangan juga dilakukan atas
pemahaman teks dan konteks yang berbarengan. Artinya pemahaman teks harus
didasari kebijaksanaan terhadap konteks kekinian.
Memahami orientasi turunnya wahyu. Wahyu diturunkan atas
dasar kemaslahatan umat, sedang pemahaman atasnya belum tentu tidak dipengaruhi
kepentingan pembacanya. Dengan demikian meningkatkan kesadaran atas pemahaman
teks tanpa kepentingan harus ditingkatkan pada zaman sekarang ini. Sehingga
tujuan wahyu dapat diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan beragama pada era
tak 'rupa' saat ini. (AS)
Tambak,
11 Januari 2017
Komentar
Posting Komentar